Tujuan Pemblokiran Rekening Dormant
Pemblokiran sementara terhadap rekening yang tidak aktif atau dormant bertujuan untuk melindungi nasabah dari potensi penyalahgunaan oleh pihak yang tidak berwenang. Kebijakan ini diambil setelah PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) menemukan berbagai praktik ilegal, seperti jual beli rekening, peretasan, dan penyalahgunaan data nasabah.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan bahwa rekening nasabah sering kali diperjualbelikan, diretas, dan digunakan untuk kepentingan ilegal. Hal ini dapat menyebabkan hilangnya dana nasabah dan merugikan sistem keuangan nasional. Sejak 2020, PPATK telah menganalisis lebih dari satu juta rekening yang diduga terlibat tindak pidana, termasuk lebih dari 150 ribu rekening nominee, yaitu rekening atas nama orang lain yang diperoleh melalui cara ilegal.
Penemuan Penting Terkait Rekening Dormant
Selain itu, PPATK juga menemukan lebih dari 50 ribu rekening dormant yang tiba-tiba menerima aliran dana mencurigakan meski sebelumnya tidak menunjukkan aktivitas apa pun. Rekening-rekening ini kemudian digunakan untuk menampung dana hasil tindak pidana dan menjadi tidak aktif.
PPATK juga menemukan lebih dari 10 juta rekening penerima bantuan sosial (bansos) yang tidak pernah digunakan selama lebih dari tiga tahun. Dana bansos senilai Rp 2,1 triliun hanya mengendap, yang mengindikasikan penyaluran yang belum tepat sasaran. Hasil pencocokan data NIK penerima bansos dengan transaksi keuangan menunjukkan bahwa banyak penerima bansos terlibat dalam kejahatan seperti korupsi, narkotika, dan pendanaan terorisme.
Dampak Penyalahgunaan Rekening
Dari temuan tersebut, PPATK menemukan bahwa lebih dari 100 orang teridentifikasi terlibat dalam kegiatan pembiayaan terorisme. Selain itu, ada 571.410 NIK penerima bansos yang terdeteksi sebagai pemain judi online dengan total deposit mencapai Rp 957 miliar dari 7,5 juta transaksi. Temuan ini baru berasal dari satu bank BUMN, dan masih ada empat bank lain yang akan diperiksa.
PPATK juga menemukan lebih dari 2.000 rekening milik instansi pemerintah dan bendahara pengeluaran yang dinyatakan dormant, dengan total dana Rp 500 miliar. Padahal, rekening ini seharusnya aktif dan terpantau.
Langkah Preventif PPATK
Untuk mencegah potensi penyalahgunaan dana, PPATK menghentikan sementara transaksi pada rekening-rekening dormant. Kebijakan ini dilakukan pada 15 Mei sebagai langkah pengamanan, bukan penyitaan. Hak pemilik rekening tetap terjaga, hanya saja rekening sedang diproteksi dari potensi penyimpangan oleh pihak lain.
Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK M Natsir menjelaskan bahwa pemblokiran dilakukan karena rekening dormant tidak menunjukkan aktivitas transaksi dalam jangka waktu lama. Jika dibiarkan, hal ini bisa memberikan dampak buruk bagi ekonomi Indonesia dan merugikan pemilik sah rekening.
Peran Bank dan Nasabah
PPATK merekomendasikan seluruh sektor perbankan untuk memperketat pengelolaan rekening dormant. Ini mencakup perbaikan kebijakan know your customer (KYC), penerapan customer due diligence (CDD) secara menyeluruh, serta imbauan agar nasabah aktif menjaga kepemilikan rekeningnya.
Nasabah yang mengalami pemblokiran rekening dormant dapat mengaktifkannya kembali dengan mengikuti beberapa langkah, seperti mengajukan keberatan melalui formulir yang tersedia, menunggu proses kajian, dan melakukan pengecekan sendiri melalui ATM, mobile banking, atau langsung ke bank.
PPATK juga meminta seluruh perbankan segera melakukan verifikasi data dan mengaktifkan kembali rekening dormant jika kepemilikan nasabah masih valid. Pengkinian data nasabah perlu dilakukan sesuai ketentuan agar tidak merugikan nasabah sah dan menjaga integritas sistem keuangan Indonesia.
Tantangan dan Risiko
PPATK mencatat bahwa terdapat lebih dari 140 ribu rekening dormant yang tidak aktif selama lebih dari 10 tahun, dengan nilai total dana mencapai Rp 428,61 miliar. Rekening-rekening ini belum mengalami pembaruan data nasabah, sehingga rentan disalahgunakan. Ini membuka celah besar untuk praktik pencucian uang dan kejahatan lain yang akan merugikan kepentingan masyarakat dan perekonomian Indonesia.


