Fenomena Gagal Bayar (Galbay) dan Dampaknya pada Industri Pinjaman Online
Fenomena gagal bayar atau galbay, yang sering terjadi dalam konteks pinjaman online (pinjol), paylater, maupun fintech peer-to-peer lending (P2P), kini menjadi perhatian besar di kalangan masyarakat Indonesia. Hal ini muncul sebagai akibat dari tren atau fenomena yang dilakukan oleh sejumlah kelompok di media sosial. Mereka mengajak orang-orang untuk sengaja tidak membayar utang mereka, dengan alasan berbagai macam.
Kelompok-kelompok ini tersebar di berbagai platform seperti Facebook, Instagram, YouTube, X, dan TikTok. Menurut estimasi, ribuan orang diduga telah terlibat dalam ajakan tersebut. Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran terhadap stabilitas industri finansial, termasuk kepercayaan investor terhadap layanan pinjaman online.
Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Entjik S. Djafar, menyatakan bahwa efek negatif dari fenomena ini adalah merosotnya kepercayaan lender (pemberi pinjaman). Ia menilai hal ini memerlukan tindakan segera untuk mengatasi masalah tersebut.
Namun, tidak semua kasus galbay disebabkan oleh kesengajaan peminjam untuk menghindari tanggung jawab. Ada juga kemungkinan bahwa galbay terjadi karena kondisi ekonomi yang memaksa, seperti tekanan keuangan yang sangat mendesak, penggunaan data yang tidak benar, atau bahkan penipuan. Ini menunjukkan bahwa ada aspek oikosnomosida, yaitu aturan rumah tangga atau manajemen ekonomi yang justru melahirkan jeratan utang.
Oikosnomosida berasal dari kata Yunani “oikos” yang berarti keluarga atau rumah tangga, dan “nomos” yang artinya hukum atau aturan. Kata ini menggambarkan situasi di mana kebebasan ekonomi individu atau keluarga direnggut secara paksa akibat tawaran pinjaman yang mudah tetapi berisiko tinggi. Fenomena ini sering kali terjadi karena kurangnya pemahaman, tekanan, atau ketidaktahuan.
Untuk memahami lebih dalam mengapa pinjol dan paylater identik dengan oikosnomosida, kita bisa merujuk pada artikel sebelumnya yang menjelaskan konsep ini. Artikel tersebut menunjukkan bahwa sistem pinjaman online memiliki potensi untuk menciptakan jeratan ekonomi yang sulit diatasi.
Selain itu, adanya regulasi baru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mulai tahun 2024 hingga 2025 memberikan wewenang untuk mengatur industri pinjol. Beberapa aturan penting termasuk:
-
Bunga Pinjol Turun
Bunga harian pinjol dibatasi antara 0,1% hingga 0,3% per hari, lebih rendah dari sebelumnya. -
Denda Keterlambatan Lebih Rendah
Denda untuk pinjaman konsumtif diturunkan bertahap dari 0,3% per hari di 2024 menjadi 0,2% di 2025 dan 0,1% pada 2026. -
Maksimal Pinjam di 3 Platform
Debitur hanya boleh meminjam dari maksimal tiga platform untuk mencegah praktik gali lubang tutup lubang. -
Kontak Darurat Tak Boleh untuk Tagih Utang
Kontak darurat hanya boleh digunakan untuk konfirmasi keberadaan debitur, bukan sebagai sasaran penagihan. -
Penagihan Harus Beretika
Penagih utang dilarang melakukan penghinaan, kekerasan verbal, atau intimidasi baik secara langsung maupun digital. -
Pinjol Wajib Sediakan Asuransi Risiko
Penyelenggara P2P lending wajib bekerja sama dengan perusahaan asuransi atau penjaminan untuk mitigasi risiko.
Meskipun regulasi ini sudah diterapkan, masih ada beberapa tantangan yang perlu diatasi agar oikosnomosida benar-benar berhenti. Misalnya, penerapan aturan harus mampu menghentikan atau menekan peminjam galbay, serta memastikan penagihan dilakukan secara etis tanpa ancaman atau intimidasi.
Selain itu, proses verifikasi dan validasi peminjaman harus lebih ketat, termasuk melampirkan bukti kemampuan membayar secara offline. Selain itu, pinjol harus memastikan bahwa tidak ada penyalahgunaan data atau penipuan yang terjadi.
Terakhir, penyelenggara pinjol yang tidak memenuhi aturan minimal modal dan tidak terdaftar di OJK harus dilarang untuk beroperasi. Hal ini akan membantu mencegah masyarakat terjebak dalam pinjaman ilegal yang mirip dengan rentenir.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan industri pinjaman online dapat menjadi lebih sehat, adil, dan tidak lagi membebani masyarakat dengan praktik penagihan yang kasar atau menyesatkan.


