Hari Ulang Tahun yang Sunyi, Tapi Penuh Makna
Hari ini adalah hari ulang tahunku. Katanya, ini hari yang istimewa dan penuh kebahagiaan. Namun, sejak pagi, semuanya terasa biasa saja. Tak ada ucapan selamat, tak ada kue, tak ada tawa atau nyanyian seperti yang sering terjadi dalam perayaan ulang tahun orang lain. Yang ada hanyalah aku, duduk sendirian, menatap dinding yang diam.
Sejak Mama pergi, hari ulang tahun tidak lagi terasa istimewa. Ia justru menjadi pengingat tentang kehilangan. Tentang orang-orang yang dulu ada, kini hanya tinggal dalam ingatan. Tentang suara yang dulu akrab, kini tak terdengar lagi. Hanya kesunyian yang setia menemani.
Terkadang, aku membayangkan betapa indahnya hidup jika Mama masih ada. Mungkin aku akan terbangun dengan aroma masakan Mama. Mungkin ada doa-doa lembut yang mengiringiku. Tapi semua itu hanya angan-angan. Tidak pernah benar-benar hadir, bahkan dalam mimpi.
Lucunya, sudah lama Mama tidak muncul dalam mimpiku. Seolah jarak antara dunia ini dan sana terlalu jauh untuk disambangi. Aku merindukan Mama, tapi rindu itu hanya bisa kusimpan dalam diam. Tak ada yang bisa kulakukan selain menerima kenyataan bahwa ia telah pergi untuk selamanya.
Hari ini, aku tidak berharap banyak. Aku tahu tidak akan ada pesta atau kejutan. Tidak akan ada orang yang datang membawa kado. Bahkan pesan-pesan dari teman pun tidak kuharapkan. Aku hanya ingin melewati hari ini dengan tenang, tanpa luka baru.
Aku sadar, tidak semua orang ingat. Dunia terus berjalan dan orang-orang memiliki kehidupan mereka sendiri. Tapi tetap saja, ada sedikit bagian dari hatiku yang berharap. Walau hanya satu orang yang berkata, “Aku ingat, selamat ulang tahun,” mungkin hatiku tidak akan terasa seberat ini.
Namun, aku tidak ingin menyalahkan siapa pun. Tidak ingin marah. Aku hanya ingin belajar menerima. Menerima bahwa tidak semua orang akan tetap bersama. Tidak semua orang bisa memahami kesunyian yang kutanggung. Dan itu tidak apa-apa.
Hari-hari seperti ini mengajarkanku untuk tidak terlalu berharap pada manusia. Aku belajar menaruh harapanku hanya pada Tuhan. Ia satu-satunya yang tidak pernah lupa ulang tahunku. Ia yang tahu setiap air mataku, meski tak pernah jatuh di hadapan orang lain.
Tuhan tahu betapa aku rindu. Ia tahu betapa aku berusaha terlihat kuat, meskipun kadang hampir menyerah. Dan aku percaya, Tuhan hadir hari ini. Mungkin bukan lewat ucapan orang, tapi lewat kedamaian yang diam-diam masuk ke dalam hatiku.
Aku mulai memahami bahwa pelukan paling nyata bisa datang tanpa lengan. Datang lewat lagu rohani yang tiba-tiba mengalun. Datang lewat matahari pagi yang hangat. Atau lewat suara kecil dalam hati yang berkata, “Kamu tidak sendiri.”
Aku tidak ingin menjadi kuat hanya karena terpaksa. Tapi aku ingin tetap berjalan. Walau lambat. Walau sering tertatih. Karena hidup ini tidak berhenti hanya karena aku sedang sedih. Dan aku tak ingin berhenti hanya karena merasa sendiri.
Ulang tahun ini mungkin bukan yang paling indah. Tapi aku tetap bersyukur. Masih ada napas. Masih ada kesempatan. Masih ada hari esok. Dan itu adalah hadiah yang tidak semua orang terima hari ini.
Kadang aku merasa kecil, seperti tak terlihat. Tapi aku tahu, Tuhan melihatku. Tuhan mengenalku lebih dari siapa pun. Dan itu cukup. Cukup untuk membuatku tetap bertahan.
Aku tidak tahu apa yang menantiku esok. Tapi aku ingin percaya bahwa hari-hari ke depan akan lebih baik. Meskipun perlahan, aku ingin terus melangkah. Bukan karena semuanya mudah, tapi karena aku tahu aku tidak sendiri.
Hari ini, aku ulang tahun. Ulang tahun yang sunyi, tapi bukan berarti kosong. Justru dalam kesunyian ini, aku menemukan ruang untuk berbicara jujur kepada diriku sendiri. Untuk mengakui rasa kehilangan, dan sekaligus rasa syukur.
Aku tidak meniup lilin, tapi aku berdoa. Dalam doa itu, aku menitipkan seluruh hatiku kepada Tuhan. Dengan harapan, Dia akan menjaga dan menguatkanku seperti yang sudah Ia lakukan selama ini.
Mungkin orang lain akan lupa hari ini. Tapi aku tidak akan lupa bahwa aku masih hidup, dan itu adalah keajaiban. Aku masih bisa mencintai, masih bisa berharap, dan masih bisa merasakan damai—itu semua adalah berkat.
Selamat ulang tahun untuk diriku sendiri. Untuk hati yang telah belajar bertahan. Untuk air mata yang tidak terlihat. Untuk langkah-langkah kecil yang terus berjalan meski penuh beban.
Semoga tahun ini aku menjadi lebih kuat, bukan karena aku harus, tapi karena aku tahu kepada siapa aku bersandar. Dan semoga aku terus mengandalkan Tuhan, bukan siapa-siapa. Karena hanya Dia yang setia sampai akhir.
Terima kasih, Tuhan. Karena Engkau tetap setia. Bahkan di hari ulang tahunku yang sunyi ini, Engkau tetap hadir, memelukku tanpa suara—tapi penuh kasih.


