Peran Negara Berkembang dalam Menciptakan Dunia yang Lebih Adil
Dalam rangkaian kegiatan Forum Dialog Peradaban Global di Beijing, China, para pemimpin dunia dari 144 negara berkumpul untuk berbagi pengalaman dan membahas isu-isu penting terkait perdamaian, pembangunan, dan kesejahteraan global. Salah satu tokoh yang turut hadir adalah Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, yang menyampaikan pandangan penting tentang peran negara-negara berkembang dalam menghadapi tantangan global saat ini.
Fadli Zon menekankan bahwa Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya harus memiliki peran aktif dalam menghadapi konflik bersenjata yang sering terjadi di berbagai belahan dunia. Ia menyatakan bahwa situasi saat ini tampaknya menjadi upaya untuk memperkuat hegemoni negara-negara kuat. Dalam wawancara dengan media, ia menyampaikan harapan agar dunia saat ini menjadi tempat di mana semua negara dapat berbagi kebenaran bersama dan menciptakan kemaslahatan kolektif.
“Kita perlu mengambil peran yang penting di tengah globalisasi dan dunia yang semakin tidak menentu. Terutama ketika banyak sekali konflik dan bahkan perang,” ujar Fadli Zon.
Megawati Hadir dalam Forum Dialog Peradaban Global
Selain Fadli Zon, Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, juga turut serta dalam acara tersebut. Forum Dialog Peradaban Global digelar selama 10 hingga 11 Juli 2025, dengan partisipasi lebih dari 600 pemimpin dunia. Dalam pidatonya, Megawati menekankan bahwa pertemuan ini bukan hanya sekadar forum antar pemimpin, tetapi juga menjadi panggilan hati nurani bagi mereka yang ingin melihat dunia yang lebih adil dan berkeadaban.
Ia menyampaikan bahwa pertemuan ini merupakan kesempatan untuk membangun kembali nilai-nilai kemanusiaan yang telah lama ditinggalkan. “Bagi saya pribadi dan bagi rakyat Indonesia, acara ini tidak sekadar pertemuan antara tokoh-tokoh pemimpin bangsa. Pertemuan ini adalah panggilan hati nurani bagi siapapun yang merindukan dunia yang berkeadaban dan berkeadilan,” kata Megawati.
Mengangkat Pesan Sukarno dalam Sidang PBB
Megawati juga mengangkat kembali pidato Presiden Sukarno dalam sidang PBB pada tahun 1960-an. Dalam pidato itu, Sukarno menyuarakan pentingnya mengganti tata dunia lama yang dibangun di atas kapitalisme, kolonialisme, dan imperialisme dengan tata dunia baru yang lebih adil. Ia menjelaskan bahwa tata dunia baru tersebut harus didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan yang universal.
“Dunia yang bukan ditentukan oleh siapa yang paling kuat,” ujar Megawati dengan lantang saat berpidato di hadapan ratusan pemimpin dunia. Ia juga menyampaikan bahwa Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, memiliki nilai-nilai yang bisa digunakan sebagai kerangka etika global.
Usulan Piagam Masa Depan untuk Dunia yang Lebih Baik
Dalam forum tersebut, Megawati juga mengusulkan sebuah “piagam masa depan” yang bertujuan untuk membangun dunia yang berpijak pada penghormatan antar bangsa, bukan dominasi satu pihak. Gagasannya menolak segala bentuk hegemoni, eksploitasi, dan mengedepankan tanggung jawab kolektif.
Piagam masa depan tersebut akan menjadi payung etika universal yang dapat diterima oleh semua bangsa. Berikut lima poin utama dari gagasan tersebut:
- Penghormatan terhadap keberagaman budaya, namun tetap terbuka terhadap dialog lintas budaya antar bangsa.
- Penegakan martabat dan kebebasan manusia, termasuk kebebasan beragama, kebebasan ilmiah yang terukur, dan kebebasan berekspresi.
- Pembangunan peradaban yang menyeimbangkan aspek material dan spiritual dengan kedalaman nilai-nilai kemanusiaan universal.
- Membangun tanggung jawab kolektif dalam menjaga bumi satu-satunya tempat kita dan membangun perdagangan perdamaian dunia melalui penyelesaian konflik secara damai.
- Penolakan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan serta menolak segala bentuk kekerasan dan ketidakadilan.
Dengan usulan ini, Megawati berharap dapat mendorong dunia untuk menciptakan sistem yang lebih adil dan harmonis, di mana semua bangsa dapat hidup bersama tanpa saling mengancam atau mengeksploitasi.


