Praktik Pelayanan Pejabat di KBRI dan KJRI yang Menimbulkan Kontroversi
Beberapa staf dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di berbagai negara mengungkapkan bahwa terdapat pejabat yang meminta pelayanan khusus untuk keluarganya. Perilaku ini disebut telah berlangsung bertahun-tahun, menurut pengakuan mereka.
Salah satu staf KBRI mengatakan bahwa ada pejabat yang tidak menjalankan tugas negara atau dinas ke luar negeri tetapi tetap meminta fasilitas dari KBRI. Hal ini dilakukan meskipun kegiatannya bukan bagian dari tugas resmi. Staf tersebut juga menyampaikan bahwa mereka biasa menerima permintaan resmi, meski aktivitasnya tidak terkait dengan urusan kenegaraan.
Pengalaman Staf dalam Melayani Pejabat
Dalam wawancara dengan BBC News Indonesia, staf KBRI dan KJRI di beberapa negara mengungkapkan pengalaman mereka dalam melayani pejabat atau keluarganya. Meskipun demikian, mereka meminta identitasnya tidak disebutkan demi keamanan.
Seorang staf menganggap praktik melayani pejabat sebagai hal yang normal setelah bekerja bertahun-tahun di lingkungan tersebut. Ia menekankan bahwa para staf hanya menjalankan perintah, termasuk dalam hal permintaan yang tidak terkait tugas resmi. “Kami kan abdi negara yang diharapkan dapat memberikan pelayanan prima kepada seluruh elemen masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Staf lain mengungkapkan bahwa pejabat sering membawa keluarganya saat bertugas. Keluarga mereka ditemani oleh organisasi dharma wanita untuk berjalan-jalan atau berbelanja. Setelah tugas selesai, pejabat dan keluarganya biasanya diajak jalan dan makan-makan. Ada juga pejabat yang tidak menjalankan tugas negara tetapi tetap meminta fasilitas dari KBRI, bahkan di luar jam kerja.
Penyalahgunaan Kop Surat Kementerian
Surat berkop Kementerian UMKM yang meminta enam kedubes dan satu konsulat jenderal untuk mendampingi istri Menteri UMKM menjadi sorotan publik. Surat tersebut menyebutkan bahwa istri Menteri UMKM akan melakukan kegiatan misi budaya di beberapa negara. Namun, publik mempertanyakan alasan penggunaan kop surat kementerian untuk kegiatan yang bukan tugas resmi.
Ahli hukum administrasi negara Oce Madril menyatakan bahwa penggunaan kop surat kementerian untuk kegiatan di luar tugas negara merupakan tindakan yang keliru dan dilarang dari sisi administrasi pemerintahan. Ia menegaskan bahwa kop surat kementerian memiliki nilai instruksi dan harus dihormati.
Tanggapan Menteri UMKM
Menteri UMKM Maman Abdurrahman memberikan penjelasan bahwa ia tidak pernah memerintahkan jajarannya untuk membuat surat tersebut. Kepergian istrinya, menurutnya, adalah untuk menemani anaknya mengikuti misi budaya di Eropa. Selama perjalanan, istri dan anaknya tidak menggunakan fasilitas negara, dan semua biaya dibayarkan melalui rekening pribadi.
Masalah Anggaran dan Budaya Feodalisme
Staf KBRI mengungkapkan bahwa anggaran untuk kegiatan KBRI sudah diatur sesuai fungsi masing-masing. Namun, ada kasus di mana anggaran digunakan untuk menjamu pejabat dan keluarganya. Dalam beberapa kasus, mereka meminta KBRI membayar akomodasi dan makan.
Ahli hukum tata negara Bivitri Susanti menyoroti bahwa di tengah efisiensi anggaran, tidak layak meminta pelayanan pada lembaga negara di luar tugas kedinasan. Ia menekankan bahwa dana taktis seharusnya digunakan untuk optimalisasi tugas pokok, bukan untuk kepentingan pribadi pejabat.
Solusi untuk Mengatasi Masalah Ini
Ahli hukum administrasi negara Oce Madril menyarankan adanya panduan dalam undang-undang administrasi pemerintahan terkait larangan penyalahgunaan jabatan dan benturan konflik kepentingan. Ia menekankan bahwa kesadaran dari pejabat sangat penting untuk tidak lagi mencari peluang untuk kepentingan pribadi.
Selain itu, Presiden perlu turun tangan dengan memberikan prosedur standar operasi yang jelas disertai panduan. Teguran dari Presiden juga patut dilakukan, karena penggunaan surat resmi untuk kepentingan pribadi merupakan penyalahgunaan jabatan yang dilarang dalam undang-undang.
Ahli hukum tata negara Bivitri Susanti juga menyarankan adanya instruksi presiden atau surat edaran untuk memberikan kewenangan pada Menteri Luar Negeri dan jajarannya untuk menolak permintaan fasilitas dari pejabat negara dan keluarganya di luar tugas negara atau kedinasan. Ia menegaskan bahwa dasar hukum yang jelas diperlukan agar praktik semacam ini tidak terulang.


