UEFA telah mengambil langkah tegas dengan memberikan sanksi denda kepada lima klub besar Eropa, yaitu Chelsea, Barcelona, Aston Villa, Lyon, dan AS Roma. Sanksi ini diberikan sebagai respons atas pelanggaran yang dilakukan oleh masing-masing klub terhadap aturan Financial Fair Play (FFP) dalam periode keuangan 2023 hingga 2024. Pengumuman resmi dari badan sepak bola Eropa tersebut disampaikan pada Jumat, 4 Juli 2025, sebagai bagian dari upaya untuk menjaga stabilitas finansial di kancah sepak bola benua biru.
Chelsea menjadi klub dengan nilai denda tertinggi, yaitu sebesar 20 juta euro atau sekitar Rp 381 miliar. Denda ini diberikan karena The Blues gagal mencapai keseimbangan neraca keuangan mereka. Selain itu, klub asal London tersebut juga dikenakan tambahan denda sebesar 11 juta euro akibat pengeluaran biaya skuad yang melebihi ambang batas. Biaya tersebut meliputi belanja transfer pemain dan pembayaran gaji para pemain serta staf.
Barcelona, salah satu klub raksasa Spanyol, mendapat denda sebesar 15 juta euro atau sekitar Rp 285 miliar. Namun, jumlah ini merupakan hasil negosiasi ulang yang berhasil menurunkan potensi denda awal yang mencapai 60 juta euro. Klub Catalan ini memang tengah berjuang keras untuk bangkit dari krisis keuangan yang telah berlangsung cukup lama. Meski demikian, Blaugrana tetap harus mematuhi ketentuan keuangan UEFA untuk menghindari konsekuensi lebih lanjut.
Lyon, perwakilan Prancis, tidak luput dari hukuman. Klub Ligue 1 ini didenda sebesar 12,5 juta euro (sekitar Rp 238 miliar), lengkap dengan ancaman denda tambahan jika mereka gagal memenuhi target keuangan yang ditetapkan oleh UEFA. Situasi keuangan klub Prancis ini memang belum stabil dalam beberapa musim terakhir, sehingga membuatnya rentan terhadap pelanggaran regulasi finansial.
Aston Villa, klub Premier League Inggris, harus membayar denda sebesar 11 juta euro (sekitar Rp 209 miliar). Sebelumnya, klub ini sempat berusaha menghindari sanksi lebih berat dengan menjual tim wanita mereka. Sayangnya, langkah tersebut tidak cukup untuk memenuhi persyaratan keuangan UEFA, terutama dalam hal penghitungan pendapatan dari penjualan aset ke perusahaan terkait.
Sementara itu, AS Roma menjadi klub terakhir yang tersandung sanksi, meskipun nominalnya lebih rendah, yaitu tiga juta euro (sekitar Rp 57 miliar). Namun, Giallorossi saat ini berada di bawah pengawasan ketat UEFA karena adanya kesepakatan penyelesaian yang telah ditandatangani sebelumnya. Klub Italia ini diwajibkan untuk mencatatkan keuntungan modal tertentu agar bisa terhindar dari pembatasan transfer pemain lebih lanjut.
Pelanggaran utama yang dilakukan oleh kelima klub ini umumnya berkaitan dengan aturan Squad Cost Ratio (SCR) yang diterapkan oleh UEFA. Aturan ini membatasi pengeluaran klub untuk biaya skuad hingga maksimal 80 persen dari total pendapatan mereka pada tahun 2024, dengan rencana pengetatan menjadi 70 persen mulai tahun 2025.
Dalam kasus Chelsea dan Aston Villa, UEFA tidak mengakui pendapatan yang berasal dari penjualan aset seperti tim wanita ke perusahaan terkait. Langkah ini sebelumnya digunakan oleh kedua klub untuk memenuhi aturan Profitability and Sustainability Rules (PSR) yang berlaku di Liga Inggris.
Barcelona, sebagai klub yang dimiliki oleh suporter (socios), menggunakan argumen bahwa struktur kepemilikan mereka membatasi kemampuan untuk meningkatkan keuntungan secara komersial. Meskipun berhasil mengurangi besaran denda, klub juara La Liga musim 2024/2025 ini tetap harus mematuhi regulasi keuangan yang ketat agar tidak terkena sanksi tambahan.
Lyon dan AS Roma, yang sama-sama memiliki riwayat masalah finansial, juga tidak bisa menghindar dari tindakan disiplin UEFA. Kedua klub ini diharuskan untuk memperbaiki manajemen keuangan mereka secara menyeluruh.
Sebagai bagian dari kesepakatan penyelesaian, semua klub tersebut akan menjalani masa pemantauan selama dua hingga empat tahun. Jika target keuangan tidak tercapai, maka sanksi tambahan seperti pembatasan pendaftaran pemain di kompetisi Eropa dapat diterapkan. Keputusan ini menunjukkan komitmen kuat UEFA untuk menjaga prinsip kesetaraan finansial dan keberlanjutan ekonomi dalam sepak bola Eropa.


