Kekuatan Galbay Pinjol: Lawan dengan Gigih, Hadapi Teror Debt Collector

Posted on

Pernahkah kalian scrolling sosial media dan menemukan postingan dengan judul ‘Tips Mengatasi Gagal Bayar Pinjaman Online?’ Ya. Sekilas nampak sebagai saran yang sangat krusial terutama bagi mereka yang sedang dikejar tenggat utang ditengah kondisi keuangan yang mencekik. Sayangnya, fenomena galbay pinjol atau gagal bayar pinjaman online bukanlah ajakan untuk melunasi pinjaman online yang gagal bayar, melainkan seruan untuk menggagalkan pembayaran pinjaman online itu sendiri. Tidak main-main, anggota grup dari galbay online ini ada yang mencapai ratusan ribu dan bisa dengan mudah ditemukan diberbagai platform sosial media. Grup ini saling berbagi tips bagaimana cara menghindari kewajiban membayar pinjol termasuk menghadapi debt collector- ‘intinya jangan lemah, terror balik mereka’- respon salah satu member atas curhatan member lainnya yang tengah jengah dengan mekanisme galih lobang tutup lobang.

Bunga yang tinggi, prosedur penagihan yang buruk, dan penyebarluasan identitas pribadi tanpa izin memang menjadi sederet persoalan yang dihadapi oleh masyarakat terutama dari pengguna aplikasi pinjol ilegal. Tapi, gabay pinjol bukanlah sebuah gerakan untuk menghukum aksi-aksi nakal dari para pinjol ilegal melainkan sebagai bentuk ketidakdisiplinan dan ketiadaan tanggung jawab oleh penerima pinjaman (borrower) dari pemberi pinjaman (lender). Legalitas sebuah pinjol atau pindar semestinya tidak menjadi legitimasi bagi borrower untuk tidak melunasi utangnya. Masyarakat harus sadar risiko yang mengintai dari perilaku yang tidak bertanggung jawab seperti sengaja mengganti SIM Card, mengkonfrontasi penagih utang, bahkan sedari awal memang sengaja mengajukan pinjaman untuk tidak dilunasi. Praktik semacam ini akan merugikan industri fintech secara keseluruhan termasuk konsumen yang benar-benar membutuhkan dana untuk menyambung hidup mereka.

Gagal Bayar Akibat Kondisi Ekonomi

Memang, maraknya penggunaan pinjol adalah indikasi dari keadaan ekonomi masyarakat yang tidak baik-baik saja sehingga terpaksa mengajukan pinjol atau pindar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dimana sebagian dari mereka yang literasi keuangannya masih rendah mungkin abai terkait syarat dan ketentuan dari aplikasi pinjol, termasuk bunga dan denda keterlambatan yang terlampau tinggi. Ketidakmampuan melunasi pinjaman karena alasan yang valid, misalnya, terkena PHK atau usaha bangkrut mungkin bisa diindahkan. Tentu saja selama ada niat dari borrower untuk melunasi utang-utangnya. Apalagi aplikasi pindar tersebut masuk dalam kategori legal, tentunya ada kontak resmi yang bisa dihubungi untuk melakukan negoisasi rekstrukturisasi kredit, termasuk juga OJK sebagai otoritas yang mengawasi lalu lintas pinjaman daring. Lain halnya dengan pinjol ilegal, bukan berarti gerakan ramai-ramai gagal bayar ini sah dan halal untuk dilakukan. Karena pada dasarnya gerakan ini bisa menyasar pindar-pindar lainnya yang berstatus legal dan memiliki prosedur resmi dalam mengatasi risiko gagal bayar.

Sayangnya, #AksiGagalBayar adalah gerakan yang secara sengaja dilakukan untuk menghindari kewajiban melunasi pinjol. Aksi ini tidak hanya dijalankan oleh mereka yang sejak awal memiliki niatan kabur dari upaya penagihan, namun juga mempengaruhi orang-orang yang sebelumnya memiliki niat untuk melunasi pinjamannya. Di grup galbay facebook, mereka memberikan kiat-kiat mengajukan pinjaman daring dan cara melakukan gagal bayar. Ini adalah pelajaran berbahaya karena bisa mengganggu pertumbuhan industri pendanaan di Indonesia. Bukan hanya fintech, aksi ini bisa merembet ke perbankan karena sebagian pembiayaan yang diberikan oleh operator pindar berasal dari bank. Tidak heran Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) akan menempuh jalur hukum untuk mengantisipasi akibat buruk dari fenomena gabay pinjol ini yang sedang marak dikalangan anak muda.

“Yang mengajak masyarakat tidak bayar atau Galbay di Youtube, di sosmed dan sebagainya, kami lagi diskusikan dengan kepolisian,” ujar Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar seperti yang dikutip dari Tempo.co

Mengancam Fintech dan UMKM

Gerakan tercela ini tentunya bisa mengancam ekosistem fintech di Indonesia yang pada 2030 menurut laporan dari Mordor Intellegence diperkirakan akan bernilai US$32,67 miliar atau setara dengan 532,3 triliun rupiah akibat hilangnya kepercayaan investor. Belum lagi masyarakat bawah yang membutuhkan sumber dana produktif seperti UMKM. Data OJK per April 2025 menunjukkan bahwa dari Rp 80,94 pinjaman daring, sekitar 35,38 persen atau sekitar Rp 28,63 triliun merupakan pembiayaan bagi UMKM. Tidak banyak memang karena tidak mencapai setengahnya, tapi ingat, UMKM merupakan tulang punggung ekonomi nasional dan membutuhkan bantuan modal dalam menjalankan usahanya. Artinya, gerakan galbay ini hanya menguntungkan pengutang yang tidak bertanggung jawab dan akan merugikan pihak-pihak lain yang benar-benar membutuhkan dana seperti UMKM.

Tommy Kurniawan, anggota komisi XI DPR juga telah meminta OJK (Otoritas Jasa Keuangan) untuk menindaklanjuti gerakan #AksiGagalBayar yang sedang merebak di komunitas online. Menurut Tommy, gerakan galbay yang dilakukan secara masif dan terorganisir dapat dikategorikan sebagai tindakan melawan hukum dan harus ditindak tegas karena akan berdampak sistemik terhadap industri fintech atau peer to peer lending (P2P) yang saat ini sedang berkembang di Indonesia.

“Selain menindak pinjol ilegal yang masih marak, perlu juga langkah tegas terhadap pihak-pihak yang menyebarkan gerakan galbay,” ujarnya seperti yang dikutip dari rri.co.id.

Risiko Yang Mengintai Dari Galbay Pinjol

OJK telah menghimbau masyarakat untuk lebih bijaksana dalam memanfaatkan fasilitas pendanaan dari penyelenggara pindar dan tidak melakukan langkah-langkah yang bisa merugikan penyelenggara pindar seperti sengaja tidak membayar pinjaman. Surat Edaran OJK No 19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggara Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi menekankan kepada penyelenggara pindar untuk menilai kelayakan nasabah penerima pinjaman atau credit scoring dengan melihat kemampuan finansial dari borrower. Credit scoring atau skor kredit yang rendah akan mengakibatkan seseorang mengalami kesulitan untuk memperoleh pinjaman, seperti kredit rumah, kendaraan, bahkan tidak sedikit pelamar kerja yang gagal mendapatkan pekerjaan karena memiliki riwayat kredit yang buruk.

Mulai tanggal 31 juli 2025, OJK juga telah mewajibkan kepada penyelenggara pinjaman online atau pinjol legal/pindar (pinjaman daring) untuk menjadi pelapor Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). SLIK menyimpan banyak informasi terkait riwayat kredit nasabah diantaranya informasi mengenai pembayaran angsuran, tunggakan, keterlambatan pembayaran cicilan, dan skor kredit dari skala 1-5. Skor kredit yang buruk (3, 4, dan 5) dapat menyulitkan seseorang untuk mendapatkan fasilitas pinjaman di masa depan. Ikut serta dalam aksi gabay pinjol bisa menyeret seseorang dalam daftar hitam SILK OJK. Tidak hanya penolakan pengajuan pinjaman, orang yang masuk dalam daftar hitam ini akan membayar bunga yang lebih tinggi dengan durasi pinjaman yang lebih pendek. Jadi, jangan merasa aman karena debt collector tidak lagi menelpon, mengirim pesan atau mendatangi rumah Anda. Durasi blacklist memang tidak bersifat tetap, tapi kesengsaraan akibat jeratan utang akan berlangsung lama dan sengaja menghindar hanya akan memperburuk situasi Anda saat ini dan dimasa depan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *