Branding Diri: Langkah Pamungkas untuk Masa Depan Anda

Posted on

Pernah nggak sih kamu bertanya-tanya,

“Kok dia gampang banget ya dapat kerja?” atau, “Lho, kok bisa sih dia jadi narasumber di mana-mana?”

Mungkin jawabannya sederhana, karena dia berhasil membangun personal branding yang kuat.

Awal Mula Aku Tahu Personal Branding

Saat mulai masuk ke dunia kreatif, aku baru benar-benar mengenal istilah personal branding. Banyak penulis, pebisnis, dan profesional membicarakannya. Awalnya, aku pikir personal branding itu semacam pencitraan. Citra yang kita bentuk agar terlihat baik di mata orang lain.

Aku melihat banyak orang berlomba-lomba tampil sempurna di media sosial. Semuanya tampak indah, tidak ada kesedihan yang dibagikan. Semua sudah melalui “sensor” demi terlihat pantas menyandang label “content creator” atau “penulis yang keren”.

Tapi ternyata aku salah besar saat melihat video reels dari Raditya Dika yang tiba-tiba muncul di home Instagramku.

Momen yang Mengubah Cara Pandangku

Suatu hari, aku nggak sengaja nonton reels dari Raditya Dika saat ia sedang berbagi di sebuah kampus. Salah satu mahasiswa bertanya tentang personal branding, mengacu pada kutipan dari Ferry Irwandi, bintang tamu podcast-nya yang berkata:

“Personal branding adalah tanpa personal branding.”

Pertanyaan yang sama denganku, karena pernyataan beliau terdengar masih kurang jelas. Memang dasarnya Raditya Dika yang ahli story telling, melalui penjelasannya, jadi mudah dimengerti.

Radit menjelaskan, personal branding bukan tentang apa yang kita katakan tentang diri kita. Tapi tentang apa yang orang lain katakan ketika kita keluar dari ruangan. Apa yang mereka ingat dari kita? Itulah personal branding yang sesungguhnya.

Sejarah Personal Branding: Dari Sapi ke Manusia

Raditya Dika juga menceritakan asal usul istilah branding. Di Amerika, para peternak memberi tanda (brand) pada sapi-sapi mereka agar tahu itu milik siapa. Tapi sekarang, branding justru sering disalah pahami, seolah kita yang memilih mau dikenal sebagai siapa. Padahal, yang menentukan itu bukan kita, tapi tindakan kita yang dilihat orang lain secara konsisten.

Mau dikenal sebagai mahasiswa rajin, tapi nyatanya malah sering merepotkan? Nah, branding-mu akan berbicara sendiri melalui apa yang kamu lakukan.

Kita memang nggak bisa mengontrol apa yang orang pikirkan. Tapi kita bisa mengontrol konsistensi dan tindakan kita. Kalau ingin dikenal sebagai pribadi yang jujur, ya lakukan kejujuran setiap hari.

Personal branding bukan sesuatu yang kita “bangun” secara palsu. Ia adalah efek dari kebiasaan dan nilai hidup kita dan dampak dari apa yang kita kerjakan.

Aktivitasku dan Dampaknya

Sejak mulai aktif menulis lagi di tahun 2021, aku konsisten berbagi tulisan di blog dan media sosial. Lama-lama, tulisanku yang menulis apa aja, berkembang jadi cerita parenting, pengalaman sehari-hari sebagai orang tua, suka duka mendidik anak dan keresahan yang aku alami dan refleksikan.

Awalnya, aku hanya ingin berbagi. Nggak pernah kepikiran soal personal branding. Karena aku juga belum betul-betul memahami personal branding saat itu. Jadi, aku lakukan saja apa yang ingin aku bagikan.

Tapi ternyata, dari situ aku mulai mendapat banyak tawaran. Ada yang minta diajari blogging, narasumber kepenulisan & parenting, ngajak live Instagram bareng dan menjadi host Instagram untuk diskusi acara komunitas.

“Teh Fida, ajarin bikin blog dong, pengen deh punya sampingan dari menulis.”

“Mbak Fida, ngobrol yuk di live Instagram. Bahas gimana ibu rumah tangga bisa cuan lewat blog dan menulis?”

Aku sempat bertanya, kenapa harus aku? Kan banyak Blogger parenting yang bisa diajak diskusi, jawabannya sangat menampar pemahamanku tentang personal branding. Katanya, “Soalnya konten mbak Fida sering muncul di fyp-ku. Produktif menulis dan sering membagikan keseruan dengan anak.”

Dari situ aku semakin yakin kalau nggak ada hal yang sia-sia yang kita kerjakan. Bukan hanya sebatas ingin viral, tapi membagikan konten yang mengedukasi.

Bahkan, ada komunitas menulis yang mengundangku jadi pembicara. Tawaran kerja sama juga berdatangan lewat email maupun DM. Ada juga undangan dari sekolah Montessori. Tentunya aku senang sekali, padahal cuman membagikan momen bersama dengan anak saja.

Apa yang awalnya cuma aku lakukan karena passion, ternyata menjadi identitas yang dilihat orang. Di situlah aku sadar, personal branding bisa terbentuk dari hal-hal yang tulus kita lakukan secara konsisten.

Pernah juga gara-gara sering cerita tentang anakku yang suka makan sayur dan buah, banyak teman yang juga minat tips bagaimana cara agar anak mau makan sayur dan tips parenting lainnya. Dengan senang hati, aku tinggal membagikan link postingan saja, hehe.

Jadi, Mulai dari Mana?

Berikut beberapa langkah sederhana kalau kamu juga ingin mulai membangun personal branding berdasarkan pengalaman yang aku lakukan:

1. Jujur pada Diri Sendiri

Raditya Dika bilang, “Yang kamu lakukan akan melekat sebagai identitasmu.” Jadi, lakukan apa yang memang kamu yakini dan sukai. Jangan berpura-pura untuk mendapatkan validasi dari orang lain.

Akan terlihat hasilnya jika kita melakukan dari hati dengan ingin pengakuan orang lain. Kamu akan lebih cape jika melakukan semuanya hanya untuk dilihat orang lain.

2. Kenali Keunikan Diri

Mulailah dari hal-hal yang kamu sukai. Aku suka menulis dan berbagi cerita parenting, dari situlah semuanya berkembang. Kamu bisa mulai dari apa yang sedang kamu kerjakan.

Kalau kamu seorang mahasiswa, kamu bisa menceritaka aktivitas kamu sebagai mahasiswa. Berbagi hal yang dekat dengan kita memudahkan kita untuk melakukannya secara konsisten.

Kalau kamu tahu apa yang kamu suka, kamu bisa menyampaikan pesan dengan lebih konsisten dan jujur dan lebih “aku banget.”

3. Bangun Kehadiran Digital yang Positif

Gunakan foto profil dan bio yang representatif. Menuliskan “Blogger Parenting” atau “Penulis” di bio Instagram membantuku merasa lebih percaya diri dan makin serius dengan apa yang ingin aku bagikan.

Tidak usah malu atau ragu menuliskannya di bio Instagram. Justru memudahkan kita memperluas relasi dengan profesi yang sama.

Tampilkan karya, pemikiran, atau aktivitas yang sesuai dengan nilai yang kamu bawa. Jejak digital yang baik akan memudahkan mu ditemukan oleh pembaca dan lebih dipercaya orang lain.

4. Bagikan Hal yang Kamu Tahu

Kamu nggak perlu jadi ahli untuk mulai berbagi. Bisa dari hal-hal kecil yang kamu pelajari dari buku, film, atau pengalaman sehari-hari.

Tulisan pertamaku di blog juga lahir dari keresahan pasca melahirkan. Banyak komentar-komentar negatif tentang cara aku melahirkan melalui operasi caesar dan aku yang memberikan susu formula pada bayi. Padahal aku cuman ingin memberikan yang terbaik untuk anak.

Tidak sangka, ternyata banyak yang relate dengan kondisi yang aku alami. Tidak mau berlarut, aku menuangkannya dalam bentuk tulisan di blog.

Dengan berbagi, kamu bukan hanya membangun kredibilitas, tapi juga menciptakan koneksi yang hangat dan otentik. Justru dengan berbagai tips mendidik anak, aku sedang membuat jurnal cara mendidik anak dan membangun semangat bersama para ibu hebat lainnya, sekalian aku juga jadi belajar lebih banyak.

5. Lakukan dengan Konsisten, Nggak Harus Menunggu Sempurna

Banyak orang yang merasa tidak percaya diri. “Aku nggak bisa menulis, tulisanku jelek.” Atau “Aduh aku nyerah deh kalau soal urusan bikin video.” Padahal dicoba saja belum.

Karya yang kamu anggap jelek, siapa tahu jadi motivasi bagi orang lain. Untungnya aku cukup percaya diri untuk menulis, jadi aku memulai apa yang ingin aku tulis tentunya diimbangi dengan belajar bersama komunitas dan kelas-kelas menulis.

Banyak orang nggak mau mulai karena merasa belum siap. Padahal, kamu nggak harus langsung punya “niche” yang rapi. Hari ini nulis tentang keseharian ibu bekerja, besok tentang kerjaan rumah tangga? Nggak masalah!

Personal branding itu bisa berubah. Yang penting kamu berjalan terus dengan jujur dan konsisten. Personal branding bukan soal pamer. Tapi tentang menyadari siapa dirimu, dan menunjukkannya pada dunia dengan jujur dan konsisten.

Jadi… mau dikenal sebagai apa hari ini?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *