Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan hasil analisanya prersentase wilayah Indonesia yang sudah benar-benar memasuki musim kemarau diperkirakan baru mencapai 19% dari total Zona Musik (ZOM). Itu artinya, sebagaian besar wilayah di Indonesia hingga saat ini masih berada dalam kategori musim hujan.
Hal ini mengindikasikan dan membuktikan masih tingginya kejadian hujan di tanah air dalam beberapa hari terakhir. Padahal kalender klimatologis biasanya menunjukkan bahwa kemarau seharusnya telah dimulai di banyak daerah pada periode ini.
BMKG pun memantau keberadaan Siklon Tropis Wutip di Laut China Selatan Timur Vietnam yang cenderung menarik massa udara dan mengurangi potensi hujan di sejumlah wilayah Indonesia utamanya bagian barat. Meski secara umum potensi hujan berkurang, beberapa wilayah masih menunjukkan aktivitas hujan yang cukup signifikan akibat pengaruh sejumlah dinamika atmosfer yang masih aktif.
Musim Kemarau Belum Merata dan Berlangsung Pendek
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa kemunduran awal musim kemarau tahun ini terutama disebabkan oleh kondisi curah hujan yang lebih tinggi dari biasanya (Atas Normal) selama periode April hingga Mei 2025, yang seharusnya merupakan masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau.
Menurut Dwikorita, kondisi ini telah diprediksi sebelumnya oleh BMKG melalui prakiraan iklim bulanan yang dirilis pada Maret 2025. Dalam prediksi tersebut, BMKG mengantisipasi adanya peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia bagian selatan, seperti Sumatera bagian selatan, Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Peningkatan curah hujan ini, terang Dwikorita menyebabkan wilayah-wilayah itu belum dapat bertransisi sepenuhnya ke musim kemarau sebagaimana biasanya. Sehingga dibeberapa wilayah masih adanya aktivitas hujan yang cukup signifikan akibat pengaruh sejumlah dinamika atmosfer yang masih aktif.
“Prediksi musim dan bulanan yang kami rilis sejak Maret lalu menunjukkan adanya anomali curah hujan yang diatas normal di wilayah-wilayah tersebut, dan ini menjadi dasar utama dalam memprediksi mundurnya musim kemarau tahun ini,” ungkap Dwikorita dalam Siaran Persnya (21/06/25).
Diungkapkan Dwikorita, berdasarkan analisis BMKG terhadap data curah hujan di seluruh Indonesia pada Dasarian I (sepuluh hari pertama) Juni 2025, diketahui bahwa sifat hujan di berbagai wilayah mulai menunjukkan tanda-tanda pergeseran menuju kondisi kemarau. Sebanyak 72 persen wilayah berada dalam kategori Normal, 23 persen dalam kategori Bawah Normal (lebih kering dari biasanya), dan hanya sekitar 5 persen wilayah yang masih mengalami curah hujan Atas Normal.
Itu artinya, uarai Dwikorita tren pengurangan curah hujan mulai dirasakan di sebagian besar wilayah Indonesia, meskipun secara spasial belum merata. Kata Dwikorita, wilayah Sumatera dan Kalimanta justru telah mengalami beberapa dasarian berturut-turut dengan curah hujan yang lebih rendah dari normal, sehingga indikasi awal musim kemarau lebih cepat terlihat di wilayah itu dibanding wilayah selatan Indonesia.
Berdasarkan prediksi cuaca bulanan terbaru, BMKG memperkirakan bahwa kondisi curah hujan dengan kategori Atas Normal masih akan berlanjut di sebagian wilayah hingga bulan Oktober 2025. Oleh karena itu, BMKG menyatakan konfirmasi kembali bahwa musim kemarau tahun 2025 cenderung akan memiliki durasi yang lebih pendek dibandingkan dengan normalnya dengan sifat hujan diatas normal.
“Kita tidak bisa lagi berpaku pada pola iklim lama. Perubahan iklim global menyebabkan anomali-anomali yang harus kita waspadai dan adaptasi harus dilakukan secara cepat dan tepat,” terang Dwikorita seraya menyebutkan bahwa informasi prediktif dan analisis dari BMKG harus jadi landasan dalam menyusun kebijakan dan strategi adaptasi di berbagai sektor, mulai dari pertanian, pengelolaan sumber daya air, hingga penanggulangan bencana.***


