Korupsi Chromebook: Rapat Rahasia Stafsus-Menteri Ubah Hasil Kelayakan

Posted on

.CO.ID, JAKARTA — Pengusutan dugaan korupsi program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek mengungkap adanya persekongkolan di lingkaran utama menteri yang mengubah hasil evaluasi uji kelayakan laptop chromebook. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar menerangkan, tim penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menemukan bukti-bukti terkait adanya rapat khusus yang mengarahkan pada keputusan untuk tetap mengadakan laptop chromebook meskipun tak lolos uji teknis kebutuhan.

“Ada hal yang sangat penting yang diketahui penyidik bahwa kajian teknis Chromebook ini sudah dilakukan pada bulan April 2020,” kata Harli di Kejagung, Jakarta, Selasa (24/6/2025).

Kajian teknis ketika itu, kata Harli memunculkan kesimpulan laptop Chromebook tak cocok untuk menunjang program digitalisasi pendidikan. Akan tetapi, kata Harli, penyidik mendapatkan bukti-bukti tentang perubahan kesimpulan tersebut yang dilakukan oleh para stafsus, yang turut mendapat persetujuan dari menteri.

“Lalu pada bulan Juni atau Juli, pada akhirnya (kesimpulan) itu diubah. Tetapi, sebelum itu, ada rapat-rapat khusus pada tanggal 6 Mei 2020, yang itu didalami oleh penyidik saat ini apakah peran dari stafsus-stafsus ini dan menteri terkait ini,” kata Harli.

“Yang dimaksudkan rapat-rapat disitu memang harus diperjelas apakah ada pengkondisian di situ. Tetapi, rapat di situ dari berbagai pihak yang dengan berbagai pandangan, berbagai pendapat sehingga Chromebook ini yang dipilih dalam pengadaan,” ujar Harli.

Kasus korupsi program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek ini, terkait dengan penggunaan anggaran Rp 9,9 triliun. Salah-satu yang menjadi objek penyidikan menyangkut soal pengadaan laptop Chromebook yang anggarannya Rp 6,39 triliun bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik, dan Rp 3,82 triliun dari Dana Satuan Pendidikan (DSP).

Penyidikan kasus ini dimulai sejak 26 Mei 2025 lalu. Pada awal-awal penjelasan kasus ini, Kejagung menyampaikan adanya uji coba 1.000 laptop Chromebook pada 2019-2020 untuk penunjang utama program digitali pendidikan.

Akan tetapi dari hasil uji coba laptop Chromebook tersebut disimpulkan tak tepat guna. Karena dikatakan laptop dengan sistem operasi Chromebook itu yang mengharuskan kemapanan jaringan internet. Sementara program digitalisasi pendidikan yang dicanangkan pemerintah ketika itu, bakal menyentuh seluruh wilayah Indonesia, terutama untuk wilayah-wilayah terluar, terdepan, tertinggal (3T) yang minim akses internet. Namun begitu pada era Mendikbudristek Nadiem Makarim program digitalisasi pendidikan itu tetap berjalan dengan mengabaikan hasil uji kelayakan chromebook tersebut.


Keputusan Kemendikbudristek ketika itu, tetap melakukan pengadaan laptop Chromebook. Dari penyidikan terungkap enam vendor yang menjadi penyedia barang. Yakni, PT Zyrexindo Mandiri Buana atau Zyrex, PT Supertone, PT Evercross Technology Indonesia, Acer Manufacturing Indonesia atau Acer, PT Tera Data Indonesia atau Axio, dan PT Bangga Teknologi Indonesia atau Advan.

Dari penyidikan, Harli pernah mengungkapkan harga satuan laptop Chromebook yang senilai Rp 5 sampai Rp 7 juta, namun pembayarannya pada harga Rp 10 juta-an. Selain itu, Harli juga pernah menjelaskan persoalan cacat hukum penganggaran pengadaan karena menggunakan DAK. Sebab DAK, hanya dapat digelontorkan setelah adanya masukan kebutuhan dari pemerintah daerah-daerah ke kementerian atau pemerintah pusat. Sedangkan dalam pengadaan laptop Chromebook itu, merupakan kebijakan dari level kementerian yang diteruskan ke daerah-daerah tanpa adanya mekanisme pengusulan dari pihak-pihak yang membutuhkan.

Penjelasan Nadiem

Pada Senin (23/6/2025) penyidik Jampidsus memeriksa Nadiem selaku mantan mendikbudristek yang bertanggung jawab dalam pengadaan laptop Chromebook tersebut. Akan tetapi sebelum datang ke pemeriksaan itu, pada Selasa (10/6/2025) lalu, Nadiem melalui konfrensi pers pernah menjelaskan duduk soal pengadaan laptop Chromebook tersebut. Kata dia mengakui program digitalisasi pendidikan, dan pengadaan laptop Chromebook, menjadi tanggung jawabnya saat menjabat sebagai menteri.

Program tersebut, kata Nadiem penggagasannya sejak 2019. Pada 2020 kemunculan pandemi Covid-19 yang melibas seluruh dunia dari aktivitas luar ruangan, kata Nadiem tentunya berdampak juga bagi dunia pendidikan di Indonesia. Terutama, menyangkut soal proses belajar-mengajar konvensional di Tanah Air yang membutuhkan tatap muka antara pengajar dan murid.

Karena itu, kata dia, dalam mitigasi kebencanaan ketika itu, internal Kemendikbudristek mengharuskan proses belajar para siswa sekolah agar tetap berjalan. Sehingga kata Nadiem, diperlukan adanya pengadaan teknologi yang dapat mengantisipasi terhentinya proses belajar-mengajar akibat pandemi korona ketika itu.

“Sehingga program pengadaan peralatan teknologi informasi dan komunikasi atau TIK yang termausk laptop adalah bagian dari upaya mitigasi risiko pandemi untuk memastikan pembelajaran murid-murid kita tetap berlangsung,” kata Nadiem.

Dalam realisasinya, kata Nadiem, Kemendikbudristek melakukan pengadaan sebanyak 1,1 juta unit laptop beserta perangkat nirkabel lainnya. Yaitu modem 3G, dan juga proyektor. Pengadaan tersebut, Nadiem menerangkan dialokasikan untuk 77 ribu sekolah yang peruntukannya empat tahun.

Perangkat-perangkat keras tersebut, kata Nadiem diandalkan sebagai sarana pendidikan jarak jauh yang saat darurat Covid-19 terjadi pelarangan belajar-mengajar tatap muka, ataupun aktivitas luar ruangan.

“Selain menjadi pendukung pembelajaran jarak jauh, perangkat TIK itu juga menjadi alat peningkatan kompetensi guru, dan tenaga kependidikan,” ujar Nadiem.

Tak cuma itu, pengadaan perangkat-perangkat tersebut juga sebagai respons atas program pendidikan nasional ketika itu, yang menghendaki perlunya perubahan dalam sistem belajar-mengajar seluruh siswa di Indonesia dari konvensional menuju basis komputerisasi. Selanjutnya kata Nadiem, timnya di Kemendikbudristek melakukan perbandingan-perbandingan dari banyak perangkat teknologi yang sesuai.

Termasuk kata Nadiem, timnya melakukan perbandingan-perbandingan atas harga satuan dari perangkat-perangkat keras dan lunak yang dibutuhkan. “Tim di Kemendikbudristek melakukan pengkajian mengenai perbandingan chromebook dengan operating system lainnya,” kata Nadiem.

Masalah harga ketika itu, kata Nadiem dalam spesifikasi yang sama komputer jinjing dengan sistem operasi Chromebook memiliki harga 10 sampai 30 persen lebih murah. Karena sistem operasi tersebut, kata Nadiem tak berbayar alias gratis “Dan bukan hanya itu,

operting system

pada Chrome itu gratis. Sedangkan pada

operating system

lainnya itu berbayar antara (Rp) 1,5 sampai (Rp) 2,5 juta tambahan,” ujar Nadiem.

Dan kata Nadiem, pada sistem operasi Chromebook, tak lagi memerlukan anggaran tambahan dalam penambahan aplikasi-aplikasi atau perangkat-perangkat lunak untuk kebutuhan kelas. Pun bukan cuma soal harga, kata Nadiem, pemilihan pada sistem operasi Chromebook, menurut kajian di Kemendikbudristek lebih dapat memproteksi aktivitas para siswa dalam mengakses jaringan nirkabel atau internet. Sebab dengan menjadikan Chromebook sebagai sarana, para siswa tak bisa mengakses portal-portal yang diharamkan pemerintah.

“Mohon diingat, bahwa ini (pengadaan Chromebook) adalah untuk fungsi pendidikan. Di mana kemanan murid-murid dan guru-guru kita juga harus menjadi prioritas. Dan salah-satu hal terpenting adalah kontrol terhadap aplikasi-aplikasi yang bisa ada di dalam Chromebok. Chromebook ini, untuk melindungi murid-murid dan guru-guru kita dari aktivitas seperti pornografi, judi

online

, dan melindungi dari

gaming

dan lain-lain,” kata Nadiem.

Dan kata Nadiem, Chromebook masih dapat dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan yang tanpa memerlukan jaringan internet, meskipun diakui dia dengan fitur-fitur yang terbatas. Namun program digitalisasi pendidikan, yang didalamnya mencakup pengadaan laptop Chromebook itu kini terindikasi korupsi.

Hingga saat ini, sudah lebih dari 30 orang saksi yang diperiksa, tetapi belum mengumumkan tersangka. Dan penyidik Jampidsus mengumumkan status cegah terhadap tiga staf khusus Nadiem. yakni Fiona Handayani (FH), Juris Stan (JS), dan Ibrahim Arif (IA). Tetapi terhadap Jurist Tan meskipun sudah berstatus cegah, dapat lolos ke luar negeri hingga kini. Jurist Tan, pun sudah tiga kali mangkir dari pemeriksaan tim penyidikan di Jampidsus.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *