Seorang nasabah bank di Jombang, Jawa Timur, terkejut ketika mengetahui sisa saldo rekeningnya hanya Rp 22 juta, padahal ia sebelumnya telah menyetorkan Rp 200 juta.
Aditya Ardiansyah, seorang pria berusia 41 tahun yang tinggal di Desa Plosogeneng, Kecamatan Jombang, tidak pernah terbayang bahwa uangnya telah menurun secara drastis.
Kejadian ini pertama kali ditemukan oleh istrinya, Siti Maghfiroh (36), yang mencoba menarik uang di PT BPR Bank Jombang.
Siti datang ke kantor bank yang terletak di Jalan Presiden KH Abdurrahman Wahid, tetapi tidak bisa melakukan penarikan karena rekening tersebut atas nama suaminya.
Saat pengecekan dilakukan, bank menyebutkan bahwa saldo yang tersisa hanya Rp 22 juta dari Rp 200 juta yang disetor Aditya dan Siti pada tahun 2022.
“Saya agak terkejut uang yang saya simpan itu hanya sebesar Rp 22 juta saja. Padahal, saya sudah menyetorkan Rp 200 juta,” kata Siti ketika saya meminta konfirmasi pada Sabtu (8/3/2025).
Siti merasa ada sesuatu yang tidak beres, jadi dia bertanya kepada bank tentang hilangnya sebagian besar uangnya.
Bank menjelaskan bahwa sisa dana tersebut merupakan hasil dari bunga deposito.
Namun, Siti merasa bingung karena ia dan suaminya tidak pernah mengisi formulir atau memberikan persetujuan untuk memindahkan uang tersebut ke deposito.
“Saya tidak pernah mengisi formulir atau memberikan izin untuk pemindahan,” kata Siti dengan tegas.
Lebih lanjut, Siti menjelaskan bahwa ia dan suaminya memiliki pinjaman di bank tersebut dan telah melunasai biaya pengurusan sertifikat rumah di Lamongan.
Meskipun telah membayar lunas, sertifikat itu belum juga selesai. Bank juga menyarankan agar mereka mengganti notaris, dengan janji bahwa sertifikat akan selesai dalam 1-3 bulan dengan jaminan dana.
Sebagai bagian dari jaminan, Aditya menyerahkan Rp 200 juta kepada bank, dengan harapan uang tersebut dapat digunakan untuk melunasi semua utang mereka setelah sertifikat tersebut selesai.
Namun, masalah muncul ketika notaris yang ditunjuk mengkonfirmasi bahwa sertifikat tidak dapat diselesaikan dan uang jaminan dapat diambil kembali.
Saat Aditya dan Siti mencoba mengambil uang mereka, mereka mengalami kesulitan. Siti juga berusaha berbicara dengan pihak bank, namun selalu gagal menemui perwakilan bank.
“Saya sudah menunjukkan bukti setoran, tapi saya belum pernah bisa bertemu dengan pihak bank,” keluhnya.
Siti merasa bingung, karena uang yang disetorkan bukan untuk pembayaran kredit, melainkan untuk tabungan mereka.
Dia mengira uang itu telah ditransfer ke rekening deposito tanpa izin mereka.
Tentang hal ini, Kepala Divisi Bisnis Bank Jombang, Usman, menyangkal tuduhan bahwa uang nasabah sebesar Rp 200 juta hilang.
“Tidak benar ada uang nasabah itu hilang. Dari Rp 200 juta menjadi Rp 22 juta itu tidak benar. Uang Rp 22 juta yang dimaksud itu adalah bunga dari deposito,” kata Usman.
Menurut Usman, uang Rp 200 juta yang disetor oleh Aditya dimasukkan ke deposito atas nama Aditya, bukan ke rekening tabungan.
Aditya, yang memiliki pinjaman di bank itu, memberikan jaminan berupa surat tanah.
Upaya untuk mengurus sertifikat yang diminta, yaitu mengubah Surat Tanda Bukti Pendaftaran Tanah (STB) menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM), terhalang karena dokumen yang tidak lengkap.
“Pihak bank telah beberapa kali melakukan mediasi, tetapi Kepala Desa menginginkan Aditya datang langsung,” kata Usman. Pihak bank juga menyatakan bahwa mereka mengalami kesulitan untuk menghubungi Aditya, yang tidak hadir saat diundang untuk konfirmasi.
Sebagai solusi, dana yang dimasukkan ke deposito bertujuan untuk mengurangi beban platform pinjaman, sehingga dana tersebut tidak berkurang.
“Uang sejumlah Rp 200 juta dimasukkan ke deposito, bukan ke tabungan,” kata Usman. “Dengan demikian, uang tersebut tetap utuh dan menghasilkan bunga,” jelas Usman. Ia menambahkan lagi, bunga yang diterima Aditya berupa Rp 22 juta.
)