– Soal banjir parah di Jabodetabek yang membuat Bekasi lumpuh akhirnya Wakil Menteri Pekerjaan Umum (PU) Diana Kusumastuti mengeluarkan pernyataannya.
Dalam sikapnya, Diana menyangkal kabar yang menyebutkan bahwa rusaknya tanggul menyebabkan banjir di beberapa wilayah di Jabodetabek, termasuk Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang.
Dalam penjelasannya, Diana menekankan bahwa banjir kali ini lebih disebabkan oleh curah hujan yang sangat tinggi, yang menyebabkan air sungai meluap.
“Pengamatan kami menunjukkan bahwa tidak ada tanggul yang rusak. Namun, intensitas hujan yang turun sangat tinggi,” kata Diana dalam konferensi pers di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (4/3/2025) malam.
Jadi ini meluap, makanya kalau saya harus memompa, airnya mau ditampung di mana?
Menurut Diana, intensitas hujan yang sangat tinggi dalam beberapa hari terakhir ini adalah penyebab utama banjir di wilayah Jabodetabek.
Meskipun demikian, dia menegaskan bahwa tidak ada masalah terkait kebocoran infrastruktur tanggul.
Sebagai langkah antisipasi, pemerintah merencanakan untuk melakukan pengerukan sedimen di sungai-sungai untuk meningkatkan kapasitas air.
Namun, dia mengungkapkan bahwa meskipun pengerukan akan dilakukan, prioritas pemerintah saat ini adalah mengutamakan evakuasi warga yang terkena dampak banjir.
“Masalah infrastruktur, tidak ada yang rusak, kok,” ungkap Diana.
“Memang hujan deras dengan intensitas sangat tinggi dari kemarin beberapa hari. Dan nanti ada pengerukan yang akan kita lakukan, tapi tidak sekarang,” kata Diana.
Selain itu, Diana juga menyatakan bahwa pemerintah akan melakukan perencanaan ulang di wilayah hulu, terutama di kawasan Puncak, Bogor, yang merupakan salah satu daerah yang paling parah terkena dampak banjir.
Pemerintah rencananya akan melakukan normalisasi dan berbicara dengan pemerintah daerah (pemda) tentang kemungkinan relokasi rumah-rumah yang berada di pinggir kali.
Diperkirakan ini bisa menjadi salah satu cara untuk mencegah banjir lebih lanjut.
“Sepertinya perlu normalisasi, kita harus berbicara dengan pemerintah daerah.” ungkap Diana.
“Saya juga sudah berbicara dengan Pak Menteri PKP, mungkin nanti kita bisa membantu juga untuk memindahkan rumah-rumah di bantaran kali, itu salah satu yang mungkin bisa dilakukan,” ujar Diana.
Diana juga menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto merasakan kepedihan atas bencana banjir yang terjadi.
“Sebelumnya, Presiden hanya menyampaikan bahwa dia merasa sedih, masih banyak yang terkena banjir,” tambah Diana.
Dalam bentuk empati, Presiden Prabowo mengingatkan akan pentingnya penanganan yang cepat dan tepat untuk mengatasi bencana yang melanda wilayah Jabodetabek tersebut.
Dengan usaha pemerintah yang terus berusaha mengatasi banjir dan melakukan pemulihan serta relokasi, diharapkan dampak bencana ini bisa segera diminimalkan dan masyarakat bisa mendapatkan perlindungan yang lebih baik di masa depan.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi juga memberikan sorotan tajam terhadap banjir besar di Kabupaten Bogor, khususnya di daerah Puncak, yang baru-baru ini terkena dampak banjir setinggi empat meter.
Dedi menganggap bahwa perubahan penggunaan lahan di daerah tersebut, terutama perubahan fungsi lahan dari ladang teh menjadi area lain, merupakan salah satu penyebab utama terjadinya bencana tersebut.
Menurut Dedi, banjir yang melanda wilayah Jabodetabek kali ini sangat tidak biasa, terutama di Puncak, yang kini telah mengalami perubahan fungsi lahan.
Daerah Puncak, yang dulu dikenal sebagai wilayah penyerapan air alami, kini banyak berubah menjadi area pemukiman atau lahan lain yang mengurangi kemampuan penyerapan air tanah.
“Banjir kali ini sangat tidak biasa. Terutama di daerah Puncak, yang kini banyak mengalami perubahan fungsi lahan,” kata Dedi, memberi komentar mengenai kejadian bencana alam ini.
Dedi menegaskan bahwa lebih dari 1.000 hektar perkebunan teh yang dulunya menjadi bagian dari ekosistem alam di Puncak telah dialihfungsikan.
Pengurangan lahan yang tadinya berfungsi sebagai penyangga alam ini dapat mengurangi kemampuan kawasan tersebut dalam menyerap air hujan.
Hal ini, pada akhirnya, menyebabkan terjadinya banjir besar seperti yang baru saja terjadi.
Sungai Jayanti di Cisarua, Puncak, yang meluap beberapa hari lalu, merupakan contoh nyata bagaimana perubahan lingkungan yang disebabkan oleh perubahan fungsi lahan dapat berakhir dengan bencana alam.
Dedi berpendapat bahwa peran badan usaha milik negara (BUMN) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dalam mengelola kawasan Puncak perlu dipertanyakan.
Dia meminta PTPN untuk segera menghentikan semua perubahan fungsi lahan di daerah tersebut.
“PTPN harus bertanggung jawab dan segera menghentikan segala bentuk perubahan penggunaan lahan di Puncak,” tegas Dedi, menanggapi dampak dari perubahan penggunaan lahan tersebut.
Dedi juga mengingatkan bahwa pohon teh yang ditanam di Puncak sejak masa penjajahan Belanda memiliki tujuan lebih dari sekadar ekonomi.
Selain sebagai komoditas, pohon teh juga berperan sebagai bagian dari upaya konservasi dan pelestarian lingkungan.
Karena itu, Dedi menilai bahwa keberlanjutan ekosistem harus menjadi prioritas, bukan keuntungan jangka pendek yang dihasilkan dari konversi lahan.
Banjir di Kabupaten Bogor: Kerusakan dan Tanggung Jawab Lingkungan Hidup
Banjir yang terjadi pada Minggu, 2 Maret 2025, menyebabkan kerusakan berat, dengan 28 desa di 16 kecamatan di Kabupaten Bogor terkena dampak bencana hidrometeorologi.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor mencatat kerugian yang cukup besar akibat banjir ini, dan banyak masyarakat lokal harus menghadapi kerusakan infrastruktur serta kehilangan harta pribadi.
Sebagai seorang kepala daerah, Dedi merasa memiliki tanggung jawab untuk menghindari kejadian serupa terulang kembali.
Ia meminta semua pihak yang terlibat dalam perubahan penggunaan lahan di kawasan Puncak, termasuk PTPN, turut serta berkontribusi dalam memperbaiki kondisi lingkungan.
Dedi berencana untuk segera bertemu dengan pihak PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dan Perhutani guna membahas solusi perbaikan lingkungan yang lebih baik.
Dalam pertemuan ini, Dedi ingin mencari solusi yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga mempertimbangkan keseimbangan ekosistem yang lebih lestari.
“Pemulihan lingkungan harus menjadi prioritas utama dalam pengelolaan lahan dan pembangunan di Jawa Barat,” ujarnya. Dedi juga menekankan bahwa menjaga alam adalah komitmen untuk masa depan bangsa.
Setiap keputusan kebijakan yang diambil, menurutnya, tidak hanya harus menguntungkan pihak tertentu, tetapi juga memberikan manfaat yang berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakat.
“Konservasi lingkungan lebih penting daripada keuntungan ekonomi saja,” kata Dedi Mulyadi, menekankan betapa pentingnya peduli lingkungan dalam menghadapi tantangan bencana alam yang semakin sering terjadi.
Dengan langkah-langkah yang lebih berfokus pada kelestarian ekosistem dan pengelolaan lahan yang bijaksana, Dedi berharap Jawa Barat dapat mengurangi potensi bencana alam di masa depan dan menjadi contoh bagi daerah lainnya dalam mengelola alam secara bertanggung jawab.
(/TribunJakarta/Wahyu Septiana (
Kompas.com/Adhyasta)