Adik Raja Keraton Solo Komentari Instastory Pangeran Solo ,Nyesel Gabung Republik,: Hukumnya Apa?

Posted on

Adik Raja Keraton Solo Pakubuwono (PB) XIII, GKR Wandansari Koes Moertiyah atau Gusti Moeng, ikut mengomentari status Instagram yang dibuat keponakannya, Putra Mahkota Keraton Solo, Gusti Raden Mas Suryo Aryo Mustiko atau KGPAA Hamangkunegoro yang akrab disapa Gusti Purboyo.

KGPAA Hamangkunegoro sebelumnya menuliskan “Nyesel gabung Republik” dan “Percuma Republik kalau cuma untuk membohongi”, di akun Instagram pribadinya, @kgpaa.hamangkunegoro.

Gusti Moeng menyebut status yang dibuat KGPAA Hamangkunegoro itu tak mewakili sikap Keraton Solo terhadap pemerintah.

Sebab, kata dia, KGPAA Hamangkunegoro tidak bicara lebih dulu dengan keluarga, sebelum membuat status tersebut.

Gusti Moeng pun menilai apa yang disampaikan KGPAA Hamangkunegoro adalah hal ngawur.

“Itu lebih (bersifat) pribadi pernyataannya itu. Tidak ada dasar hukumnya dan tidak bicara sama keluarga dulu, ngaco menyampaikannya,” kata Gusti Moeng kepada TribunSolo.com, Minggu (2/3/2025).

Ia sendiri mengaku tidak tahu dalam rangka apa, KGPAA Hamangkunegoro menuliskan status sedemikian rupa.

Gusti Moeng menyebut apa yang disampaikan KGPAA Hamangkunegoro itu, bisa berdampak buruk  untuk Keraton Solo.

Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Solo inipun menyayangkan sikap KGPAA Hamangkunegoro tersebut.

“Saya tidak tahu postingan lengkap seperti apa. Dalam rangka apa beliau bicara seperti itu,” ujarnya.

“Sangat nggak baik dampaknya untuk Keraton (Solo). Katanya sarjana hukum, pastinya kalau bicara harus diterapkan.”

“Kenapa bicara seperti itu, hukumnya seperti apa? Harusnya kan seperti itu,” pungkas dia.


Keraton Solo: Bentuk Kepedulian kepada Negara

Sebelumnya, Pengageng Sasana Wilapa Keraton Solo, KPH Dany Nur Adiningrat, memberikan penjelasan terkait status KGPAA Hamangkunegoro.

Menurutnya, unggahan KGPAA Hamangkunegoro itu sebagai bentuk kritik terhadap pemerintah Indonesia terkait sejumlah masalah di tanah air.

Dany mengatakan, ada empat isu yang menjadi perhatian KGPAA Hamangkunegoro sehingga Putra Mahkota Keraton Solo itu menuliskan unggahan kritikan.

Pertama, mengenai kasus korupsi di PT Pertamina Patra Niaga soal Pertamax Oplosan. Kedua, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di PT Sritex, serta tutupnya perusahaan tersebut setelah beroperasi selama 58 tahun.

Ketiga, kasus korupsi Izin Usaha Pertambagan (IUP) PT Timah di Kepulauan Bangka Belitung dengan total kerugian mencapai lebih dari Rp300 triliun.

Keempat, kasus pagar laut di perairan Tangerang, Banten, yang hingga saat ini masih bergulir.

“Jadi itu kalau melihat unggahan beliau sebelumnya tentang BBM oplosan, PHK massal di PT Sritex, korupsi timah, serta kebijakan pemerintah yang tidak tegas dalam kasus pagar laut dan lain sebagainya.”

“Mungkin itu yang melatarbelakangi beliau timbul unggahan seperti itu,” jelas Dany, Sabtu (1/3/2025), dilansir Kompas.com.

Selain keempat isu nasional itu, lanjut Dany, kritik yang disampaikan KGPAA Hamangkunegoro juga terkait status Daerah Istimewa Surakarta (DIS).

Hingga saat ini, status DIS masih ditangguhkan oleh pemerintah.

Tak hanya itu, jelas Dany, hak-hak dan aset Keraton Solo yang belum diberikan, juga menjadi pemicu kekecewaan.

“Tentang janji pemerintah terhadap Keraton Surakarta, bahwa Daerah Istimewa Surakarta ditangguhkan, tetapi sampai sekarang belum diberikan hak-hak keraton, termasuk asetnya,” jelas Dany, dilansir TribunSolo.com.

“Mungkin ini pemikiran yang melatarbelakangi beliau untuk memberikan peringatan keras kepada pemerintah,” lanjutnya.

Dany menegaskan, kritik yang disampaikan KGPAA Hamangkunegoro merupakan bentuk kepedulian terhadap pemerintah.

Ia mengatakan kritik KGPAA Hamangkunegoro merupakan unggahan satir yang diharapkan bisa ditangkap secara lugas dan cerdas oleh pemerintah.

Dany pun menekankan, KGPAA Hamangkunegoro sebagai Putra Mahkota Keraton Solo, tidak mungkin akan berbicara sembarangan.

Dany lantas mengingatkan, apa yang disampaikan KGPAA Hamangkunegoro patut diperhatikan dan didengarkan.

“Ini adalah unggahan yang satir, yang baik dari beliau. Pemerintah harus menangkap pesan ini dengan lugas dan cerdas”

“Seorang Putra Mahkota Keraton Surakarta yang merupakan pewaris darah Majapahit dan Kerajaan Mataram tentu tidak akan berbicara sembarangan. Ini adalah peringatan keras yang harus didengar,” pungkas Dany.


Mencuat Wacana DIS

Wacana Daerah Istimewa Surakarta kembali mencuat setelah Putra Mahkota Keraton Solo Gusti Raden Mas Suryo Aryo Mustiko atau KGPAA Hamangkunegoro atau dikenal dengan Gusti Purbaya mendadak viral di media sosial.

KGPAA Hamangkunegoro menjadi viral di media sosial karena unggahannya yang mengaku ‘Nyesel Gabung Republik’.

Dalam unggahan yang kini telah dihapus, KGPAA Hamangkunegoro menuliskan “Nyesel gabung Republik” dengan latar belakang hitam.

Tulisan itu diunggah KGPAA Hamangkunegoro di akun Instagram pribadinya, @kgpaa.hamangkunegoro.

Tak hanya “Nyesel gabung Republik”, KGPAA Hamangkunegoro juga menuliskan “Percuma Republik Kalau Cuma untuk Membohongi” di unggahannya.

Setelah viral di media sosial, kehebohan yang dipicu Gusti Purbaya diduga terkait dengan wacana Daerah Istimewa Surakarta.

Sejatinya, Surakarta memang pernah menjadi Daerah Istimewa seperti DI Yogyakarta, namun kemudian dihapuskan pada tahun 1946.

Mengutip laman Wikipedia, pembekuan dan pengapusan status daerah istimewa tak terlepas dari munculnya revolusi sosial berupa gerakan anti swapraja di Surakarta, yang berlangsung serentak dengan Revolusi Sosial Sumatera Timur.

Seperti halnya Revolusi Sosial Sumatera Timur, gerakan antiswapraja Surakarta hendak menghapuskan sistem kerajaan dengan alasan anti-feodalisme.

Pada saat didirikannya Daerah Istimewa Surakarta, Dokter Muwardi (bukan orang yang sama dengan Moewardi) mempunyai pengaruh lebih kuat dibanding Pakubuwana XII, yang dianggap tidak mempunyai pengalaman dalam mengurus masalah-masalah yang menyangkut kepentingan umum, kurang memiliki watak yang serius dan keberanian untuk mengambil keputusan serta tidak memahami kekuatan-kekuatan revolusi yang sedang bergerak ke arah demokrasi barat dan kedaulatan rakyat.

Kondisi ini diperburuk dengan hubungan yang tidak harmonis antara Kesunanan Surakarta dengan Mangkunegaran.

Gerakan antiswapraja meluas menjadi aksi massa. Kesatuan Barisan Banteng (BB) yang dipimpin Muwardi menculik Sunan, kanjeng Ratu dan Soerjohamidjojo pada bulan Januari 1946 menuntut agar Sunan bersedia disejajarkan dengan pemimpin rakyat lainnya dengan panggilan “Bung”.

Selain itu, mereka juga menuntut Sunan untuk melepas kekuasaan politiknya dan bergabung dengan Pemerintah Republik.

Kondisi semakin genting di Surakarta memuncak kala Sutan Syahrir diculik oleh kaum oposisi republik pimpinan Tan Malaka.

Setelah dilakukan penculikan, segelintir pasukan oposisi berupaya menyerang istana presiden di Yogyakarta, tetapi berhasil digagalkan.

Untuk mengatasi keadaan genting tersebut pemerintah mengeluarkan UU No. 16/SD/1946 yang memutuskan bahwa Surakarta menjadi daerah karesidenan di bawah seorang residen dan merupakan bagian dari wilayah Republik Indonesia.

Menteri dalam negeri melalui keputusan tanggal 3 Maret 1950 menyatakan bahwa wilayah Kesunanan dan Mangkunegaran secara adminiatrtif menjadi bagian dari provinsi Jawa Tengah. Kedua aturan tersebut mengakhiri status istimewa Surakarta.

Namun demikian, seiring dengan dibukanya kembali semangat otonomi daerah dan dengan pemberian Otonomi Khusus pada Papua (2001), Papua Barat (2008), Aceh (2001 dan 2006), DKI Jakarta (1999 dan 2007) disusul Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan dan Papua Barat Daya (2022) serta penegasan keistimewaan Aceh (1999 dan 2006) dan Yogyakarta (2012), muncul wacana untuk menghidupkan kembali Daerah Istimewa Surakarta sebagai bagian dari NKRI.

Salah satu langkah yang akan ditempuh adalah melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi atas UU Negara Bagian Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1950.


Status DIS Ternyata Masih Berlaku

Pakar Hukum Tata Negara UNS, Agus Riewanto menilai pembentukan Daerah Istimewa Surakarta (DIS) tak perlu melalui mekanisme pemekaran karena aturan perundang-undangannya masih berlaku.

“Kalau provinsi Surakarta secara hukum Daerah Istimewa masih eksis. Undang-undang Daerah Istimewa Surakarta belum dicabut tahun 1950. Itu masih berlaku,” kata Agus saat dihubungi Tribun Solo, Rabu (10/7/2024).

Hanya saja, menurutnya peraturan perundang-undangan ini tidak bisa dilaksanakan karena pada waktu itu secara sejarah tidak ada kepemimpinan lokal dua kerajaan yang bersatu menjadi pemimpin daerah dan wakilnya.

Status Istimewa Surakarta secara yuridis diatur dalam Penetapan Pemerintah No. 16/SD tahun 1946 dan Surat Wakil Presiden tanggal 12 September 1949. Sebagai dasar hukum diundangkan UU No 10 tahun 1950 adalah UU No 22 tahun 1948 tentang Pemerintah Daerah.

Menurutnya, pembentukan DIS hanya persoalan kemauan politik saja. Pembentukan provinsi ini pun tidak perlu melakukan pemekaran yang kini telah dimoratorium.

“Undang-Undang Daerah Istimewa Surakarta belum dicabut. Ini soal kemauan politik aja sebenarnya. Kalau mau dihidupkan lagi bisa. Kebijakannya tidak menggunakan pemekaran tapi menggunakan peraturan lama tadi. Saya kira itu lebih strategis,” jelasnya.

Status penetapan pemerintah tentang keistimewaan Surakarta dianggap masih sah di mata hukum diperkuat dalam Piagam Kedudukan tertanggal 19 Agustus 1945 yang diberikan Soekarno kepada Susuhunan Pakubuwono tertulis, “Negeri Surakarta Hadiningrat yang bersifat kerajaan adalah daerah istimewa dan berdiri di belakang Pemerintah Pusat RI”.

Ia yang merupakan anak dari KPH Wirodiningrat (Alm) yang saat itu dipercaya sebagai juru tulis Pamong Projo Surakarta hingga menjadi sekretaris Sri Susuhunan Pakubuwono XII, memiliki dokumen dan arsip lengkap tentang suasana kebatinan perjalanan sejarah daerah Surakarta.

Hanya saja, perlu dilakukan penyesuaian untuk merancang undang-undang baru agar relevan dengan perkembangan otonomi daerah yang dilaksanakan sekarang.

“Kalau perkembangan tinggal didesain sedemikian rupa,” paparnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *