Sosok Lukminto Pemilik Sritex Mualaf yang Meninggal di Singapura,Anak-anaknya Sedih Berakhir Pailit

Posted on

Pailitnya PT Sritex atau Sri Rejeki Isman Tbk, perusahaan teksti dan garmen terbesar di Indonesia dan berujung pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran membuat sosok mendiang Lukminto kembali jadi sorotan.

Mendiang Lukminto adalah pemilik Sritex pertama kali dan orang yang merintisnya hingga menjadi perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara.

Lukminto merupakan pemilik Sritex pada masanya yang juga seorang mualaf dan meninggal dunia di Singapura pada 10 Februari 20214.

Nama lengkap dengan ciri khas seolah mempertegas dirinya mualaf adalah Haji Muhammad Lukminto.

Lukminto mendirikan PT Sri Rejeki Isman alias Sritex pada tahun 1966.

Awalnya, H.M Lukminto adalah seorang pedagang kain di Pasar Klewer ketika ia masih duduk di bangku sekolah.

Berkat didikan dari keluarga, terutama sang kakak, usahanya berkembang dan berhasil membeli dua kios di Pasar Klewer pada 1967.

Sejak saat itu, ia mendapat julukan sebagai raja batik kendati masih usia muda. Kepiawaiannya dalam berbisnis berbuah manis. Pada tahun 1972, ia mendirikan pabrik kain di Semanggi Surakarta.

Pada tahun 1978, ia mendaftakan pabriknya ke Kementrian Perdagangan sebagai perseroan terbatas.

Barulah pada tahun 1980-an, pabrik kain tersebut direlokasi ke wilayah Desa Jetis, Sukoharjo dengan nama baru PT Sri Rejeki Isman.

Masuk tahun 1990-an, namanya semakin dikenal di kancah nasional, bahkan Presiden Soeharto turut meresmikan Sritex kala itu.

Pada tahun 1992, Sritex mencoba menembus pasar luar negeri.

Alhasil, Sritex sukses besar dengan membuat seragam bagi NATO dan tentara Jerman.

Sejak saat itu, Sritex menjadi perusahaan ternama yang telah produksi untuk 40 negara di dunia.

Beberapa label besar pun masuk jadi mitranya, seperti Zara, Uniqlo, New Yorker, JCPenney, jaringan Walmart, dan masih banyak lagi.

Dari sepak terjang tersebut membuat nama HM Lukminto menjadi salah satu konglomerat Indonesia.

Bicara tentang kekayaan, tidak diketahui pasti berapa total kekayaan yang dimiliki oleh HM Lukminto.

Hanya saja, anaknya yang bernama Iwan Lukminto selaku penerus Sritex pernah tercatat sebagai orang terkaya urutan ke-49 di majalah Forbes.

Ditaksir, penerus dari perusahaan Sritex ini memiliki kekayaan mencapai US$ 515 juta atau setara Rp 7,26 triliun.

Meninggal di Singapura

10 tahun yang lalu, sang pendiri Sritex, Haji Muhammad Lukminto, meningal dunia.

Ia mangkat pada tanggal 5 Februari 2014 di Singapura.

Sementara perusahaan resmi ditutup per 1 Maret 2025.

Artinya, Sritex bangkrut hampir bertepatan dengan 10 tahun meninggalnya pendiri perusahaan.


Sritex terus merugi

Merujuk pada Laporan Keuangan Konsolidasi Interim 30 Juni 2024 yang dirilis di situs resmi perseroan, operasional Sritex pun terus merugi, karena beban lebih besar dibandingkan dengan total penjualannya.

Dalam laporan keuangan terbarunya, perusahaan hanya bisa mencatatkan penjualan sebesar 131,73 juta dollar AS pada semester I 2024, turun dibandingkan periode yang sama pada 2023 yakni 166,9 juta dollar AS.

Di sisi lain, beban penjualannya lebih besar yakni 150,24 juta dollar AS. Sepanjang paruh pertama 2024, Sritex praktis mencatat rugi sebesar 25,73 juta dollar AS atau setara dengan Rp 402,66 miliar.

Kerugian yang diderita Sritex bukan terjadi pada tahun 2024 saja.

Pada tahun 2023, Sritex juga menderita kerugian sangat besar yaitu 174,84 juta dollar AS atau sekitar Rp 2,73 triliun.

Bahkan pada masa pandemi Covid-19, perusahaan mengalami kerugian sangat besar.

Mengutip Laporan Tahunan Sritex pada 2023, sepanjang tahun 2022 perusahaan menanggung rugi sebesar 391,56 juta dollar AS atau Rp 6,12 triliun.

Kerugian yang diderita Sritex pada 2022 bahkan jauh lebih besar yakni 1,07 miliar dollar AS atau nilainya setara dengan Rp 16,81 triliun apabila menggunakan nilai kurs dollar saat ini.

Berikutnya pada 2021 Sritex mencatat kerugian 1,06 miliar dollar AS. Memang pada tahun 2020, di mana Sritex sempat mencatatkan laba sebesar 85,33 juta dollar AS.

Masih mengutip laporan tahunan Sritex, aset perusahaan juga terus merosot dari tahun demi tahun. Per Juni 2024, nilai aset perusahaan tercatat 617 juta dollar AS.

Nilai aset Sritex ini mengalami penurunan dibanding pada 2023 yakni 648 juta dollar AS.

Lalu pada 2022, aset Sritex tercatat lebih besar yakni 764,55 juta dollar AS. Sementara pada 2021, aset Sritex masih berada di atas 1 miliar dollar AS, tepatnya 1,23 miliar dollar AS.

Aset pada 2021 ini juga menurun dibanding aset Sritex pada 2020 yang tercatat 1,85 miliar dollar AS.


Akhrinya Tumbang

Perusahaan raksasa sebesar Sritex akhirnya tumbang.

Selama puluhan tahun, Sritex menyandang status sebagai perusahaan tekstil dan garmen terbesar di Asia Tenggara.

Sritex Group maupun beberapa anak usahanya dinyatakan pailit, sehingga semua aset perusahaan yang tersisa harus dijual untuk melunasi seluruh kewajiban perusahaan kepada para kreditur. Puluhan ribu karyawan kemudian di-PHK.

Sekedar informasi, Sritex bangkrut beberapa bulan setelah dinyatakan pailit berdasarkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang tertanggal 21 Oktober juncto putusan kasasi Mahkamah Agung tertanggal 18 Desember 2024.

Entitas yang dinyatakan pailit antara lain PT Sritex Sukoharjo, PT Primayudha Mandirijaya Boyolali, PT Sinar Pantja Djaja Semarang, dan PT Bitratex Industries Semarang.

Selanjutnya, berdasarkan Pasal 39 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dalam perkara Sritex pailit pekerja yang bekerja pada debitor dapat memutuskan hubungan kerja dan sebaliknya kurator dapat memberhentikan dengan mengindahkan jangka waktu.

Utang Sritex terlampau besar untuk dilunasi saat pendapatan perusahaan tengah limbung selama beberapa tahun terakhir.

Perusahaan harus menanggung utang jumbo sebesar 1,597 miliar dollar AS atau jika dirupiahkan setara dengan Rp 25 triliun (kurs Rp 15.600).

Jumlah asetnya bahkan jauh lebih kecil dibanding kewajibannya, yakni hanya 617,33 juta dollar AS atau sekitar Rp 9,65 triliun. Kondisi ini semakin diperparah dengan kinerja penjualannya yang merosot.

Dengan jumlah aset yang jauh lebih kecil dibandingkan total utangnya, maka tidak ada aset yang tersisa untuk keberlangsungan usahanya, sehingga perusahaan ini resmi dinyatakan bangkrut atau tutup permanen per 1 Maret 2025.

Sritex bangkrut setelah 10 tahun pendirinya meninggal Sejarah perusahaan memang tak bisa dilepaskan dari Haji Muhammad Lukminto atau Ie Djie Shien sebagai pendiri Sritex.

Sampai dinyatakan pailit, perusahaan ini sebenarnya dikelola oleh generasi kedua, yakni anak-anak Haji Lukminto.

Meski berstatus perusahaan terbuka yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), Keluarga Lukminto adalah pengendali de facto Sritex yang berbasis di Sukoharjo ini.

Mengutip Laporan Tahunan (Annual Report) Sritex 2023, pemegang saham mayoritas atau pengendali saham adalah PT Huddleston Indonesia sebesar 59,03 persen.

Pemegang saham kedua adalah kepemilikan publik sebesar 40,97 persen saham. PT Huddleston Indonesia adalah perusahaan yang kepemilikannya masih terafiliasi dengan Keluarga Lukminto.

Sebagai pengendali jalannya perusahaan, Keluarga Lukminto menempatkan dua orang di posisi paling strategis di Sritex.

Iwan Setiawan Lukminto menjabat sebagai Komisaris Utama Sritex.

Iwan Setiawan Lukminto sebelumnya sempat lama menjabat sebagai direktur utama, yaitu sejak tahun 2014 hingga digantikan saudaranya pada tahun 2023.

Sekedar informasi, Iwan Setiawan Lukminto beberapa kali tercatat masuk dalam daftar orang terkaya di Indonesia versi Forbes.

Majalah itu pernah mencatat jumlah kekayaan Iwan Setiawan Lukminto sebesar 515 juta dollar AS atau sekitar Rp 8,05 triliun.

Sementara sang adik, Iwan Kurniawan Lukminto saat ini tercatat sebagai Direktur Utama Sritex hingga perusahaan ini dinyatakan pailit.


Anak Lukminto Sedih Perusahaan Berakhir Pailit

Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRITEX), Iwan Kurniawan Lukminto (Wawan), mengungkapkan kesedihan mendalam setelah penutupan permanen Sritex tersebut.

Apalagi dengan adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada karyawannya.

“Kondisi terkini sekarang menjadi hari terakhir kita berada di sini (Sritex). Kami sangat berduka sekali karena ini adalah momentum yang historical.”

“Di mana 58 tahun kita bisa berkarya dan sangat sedih sekali berpisah semuanya,” terang Wawan, Jumat (28/2/2025).

Sebelumnya raksasa tekstil Sritex resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang.

Keputusan Sritex pailit itu berdasarkan putusan perkara dengan nomor 2/Pdt.Sus- Homologasi/2024/PN Niaga Smg oleh Hakim Ketua Moch Ansor padai Senin 21 Oktober Perusahaan yang berbasis di Sukoharjo ini digugat pailit oleh vendornya PT Indo Bharta Rayon karena polemik utang yang belum terbayarkan.

Sritex bersama  perusahaan afiliasinya, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya dianggap telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran kewajiban kepada PT Indo Bharat Rayon, selaku pemohon.

Isak tangis pun mengiringi pertemuan antara Direktur Utama PT SRITEX, Iwan Kurniawan Lukminto (Wawan), dengan ribuan buruh di hari terakhir bekerja pada Jumat (28/2/2025).

Satu hari sebelum PT Sritex resmi ditutup permanen pemilik PT Sritex menyempatkan waktu bertemu dengan ribuan buruh, dilansir Tribunsolo.com.

Tangis Wawan pun pecah saat berhadapan dengan ribuan buruh.

Lagu Kenangan Terindah menjadi lagu perpisahan seluruh buruh sritex dan pemilik Sritex.

“Sangat sulit bagi saya bertemu dengan kalian semuanya, tidak kuat hati saya,” kata Wawan di depan ribuan buruh, Jumat (28/2/2025).

Isak tangis ribuan buruh pun semakin pecah saat lagu kenangan terindah dikumandangkan di pertemuan itu.


(/Tribun Sumsel/Tribunnews.com/ Kompas.com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *