Proyek Strategis Era Jokowi Dikritik oleh Mahfud MD
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengkritik dua proyek strategis era Presiden Jokowi, yaitu Kereta Cepat Whoosh dan Ibu Kota Nusantara (IKN). Menurutnya, kedua proyek ini berpotensi besar telah terjadi masalah hukum atau pelanggaran pidana. Oleh karena itu, Mahfud MD berharap Presiden Prabowo menyelesaikan masalah hukum dalam dua kasus tersebut, agar tidak ada preseden bahwa setiap presiden meninggalkan masalah hukum bagi pemimpin berikutnya.
Kritik ini disampaikan oleh Mahfud MD dalam sebuah channel YouTube miliknya, di mana ia menjelaskan alasan kritiknya terhadap proyek-proyek tersebut. Ia menilai bahwa IKN prosesnya nyaris sama dengan Whoosh. “IKN itu kan prosesnya sama dengan Whoosh,” katanya.
Mahfud MD juga menjelaskan bahwa keputusan pembangunan IKN sebelumnya dilakukan melalui undang-undang, tetapi awalnya dinyatakan bahwa IKN tidak akan menggunakan APBN. Namun, setelah proyek IKN berjalan, ternyata tidak ada satupun investor yang masuk. Akibatnya, APBN dimasukkan sekian persen. Ini menimbulkan pertanyaan tentang penggunaan dana negara dan apakah hal ini sesuai dengan aturan hukum.
Selain itu, Mahfud MD juga menyebut adanya indikasi pidana korupsi dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang diberi nama Whoosh. Menurutnya, diduga ada mark-up anggaran beberapa kali lipat dalam pembiayaan proyek tersebut di era pemerintahan Presiden Jokowi. “Dugaan mark upnya gini. Itu harus diperiksa, ini uang lari ke mana. Menurut perhitungan pihak Indonesia, biaya per 1 km kereta Whoosh itu 52 juta US dolar. Tapi di Cina sendiri hitungannya hanya 17 sampai 18 juta US dolar. Jadi naik tiga kali lipat kan. Ini yang menaikkan siapa? Uangnya ke mana?” tanya Mahfud.
Proyek Whoosh ini juga memberatkan pihak Indonesia karena utang yang sangat besar. Mahfud MD mengatakan bahwa utang ini diprediksi akan terus bertambah dan bisa berlangsung selama 70 atau 80 tahun ke depan. Untuk itu, ia mengusulkan agar Menteri Keuangan Purbaya mencari jalan lain dalam membayar utang proyek ini, agar bukan berasal dari APBN.
Kritik Terhadap Sikap Mahfud MD
Kritik terhadap sikap Mahfud MD datang dari kader Partai Solidaritas Indonesia, Sudarsono. Ia mempertanyakan maksud Mahfud MD menyinggung dua proyek tersebut dan mengingatkan agar Mahfud MD tidak menjadi “sosok sengkuni” (orang yang licik dan suka mengadu domba). Sudarsono menilai bahwa Mahfud MD seharusnya berterima kasih pada Jokowi, bukan malah menyudutkan mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Sudarsono menyinggung bagaimana Mahfud MD bak sengkuni lantaran seolah baru bersuara dugaan potensi pidana proyek era Jokowi. Padahal saat berada di pemerintahan, potensi itu harusnya sudah bisa dihindari. “Ini Mahfud MD kok juga berpotensi menjadi sengkuni,” kata Sudarsono. Ia menilai bahwa ucapan Mahfud MD yang berkomentar negatif soal proyek era Jokowi sangat menyedihkan.
Anggaran untuk IKN
Dalam RAPBN 2026, pemerintah memastikan alokasi anggaran untuk IKN telah disampaikan ke Parlemen. Dalam dokumen tersebut, disebutkan bahwa pemerintah mengalokasikan total anggaran untuk infrastruktur IKN mencapai Rp15,87 triliun. Alokasi tersebut meliputi anggaran ke Otorita IKN (OIKN) senilai Rp6,3 triliun dan alokasi pembangunan jalan tol dan Proyek Strategis Nasional (PSN) melalui Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) Rp9,60 triliun.
Secara total, negara sendiri telah mengalokasikan dana melalui APBN untuk pembangunan IKN mencapai hampir Rp90 triliun, atau tepatnya senilai Rp89 triliun guna membangun jalan tol menuju IKN, 47 menara hunian, saluran air minum, sanitasi, embung, kolam retensi, dan kantor pemerintahan.
Di sisi lain, OIKN sebelumnya juga telah meminta anggaran hingga Rp21,1 triliun di tahun 2026. Usulan tersebut telah disampaikan secara resmi kepada Menkeu RI Sri Mulyani melalui Surat Kepala Otorita IKN Nomor B.132/Kepala/Otorita IKN/VII/2025 tertanggal 4 Juli 2025 lalu. Anggaran terbagi menjadi dua, pertama merupakan anggaran pagu indikatif IKN sebesar Rp5,05 triliun, dan kedua anggaran pembangunan IKN tahap II yang mencapai Rp16,13 triliun di tahun 2026 saja.
Penyelesaian Masalah Hukum
Mahfud MD mengatakan bahwa pengungkapan kasus ini harus dilakukan secara hukum. Ia mendukung keputusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak membayar utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) Whoosh Rp 116 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Purbaya menegaskan, tanggung jawab pembayaran berada di tangan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), lembaga yang kini mengelola KCIC bersama sejumlah BUMN strategis.
Mahfud juga mengaitkan pengungkapan kasus ini dengan komitmen Presiden Prabowo untuk membuka kasus-kasus yang dianggap punya potensi korupsi atau pernah terjadi korupsi. Ia menilai bahwa karakter Purbaya dan Pak Prabowo sama-sama keras dalam melawan korupsi. “Sama-sama tegas untuk melawan korupsi. Tapi Pak Prabowo mulainya agak merangkak gitu karena tidak mudah kan,” kata Mahfud.
 
							

