Peran TNI dalam Penyelidikan Kematian Arya Daru Pangayunan
Kasus kematian Arya Daru Pangayunan, seorang diplomat muda yang meninggal secara mendadak di Jakarta, masih menjadi perhatian publik. Dalam situasi ini, keluarga korban mengharapkan bantuan dari institusi negara, termasuk TNI, untuk membantu mengungkap kebenaran di balik kematian anak mereka. Pernyataan resmi dari Markas Besar TNI menunjukkan bahwa mereka bersedia turut serta dalam penyelidikan jika diberi instruksi langsung oleh Presiden.
Mayjen Kristomei Sianturi, selaku Kapuspen TNI, menyampaikan bahwa pihaknya siap memberikan dukungan jika ada permintaan resmi dari otoritas yang berwenang. Namun, hingga saat ini, belum ada informasi resmi atau lisan yang diterima oleh Panglima TNI terkait permintaan keluarga Arya Daru. Meski demikian, TNI tetap siap melaksanakan perintah yang diberikan, sesuai dengan sumpah prajurit dan tugasnya sebagai alat pertahanan negara.
Permintaan Keluarga untuk Bantuan Negara
Ayah korban, Subaryono, secara terbuka memohon kepada Presiden Prabowo Subianto agar memberikan instruksi kepada Kapolri, Panglima TNI, dan Menteri Luar Negeri untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut. Keluarga menolak kesimpulan polisi yang menyatakan tidak ada unsur pidana dalam kematian Arya. Mereka yakin bahwa kematian tersebut tidak bisa dijelaskan hanya dengan hasil forensik yang telah dirilis.
Arya Daru diketahui sedang dalam kondisi bahagia dan merencanakan penugasan ke Finlandia. Ia juga membeli tiket dan merancang keberangkatan bersama keluarga. Kuasa hukum keluarga menyebut adanya indikasi bahwa kematian Arya dilakukan oleh pihak profesional. Keluarga percaya bahwa Arya tidak mungkin bunuh diri karena memiliki rencana masa depan yang matang dan kondisi mental yang stabil.
Perspektif TNI dalam Kasus Sipil
Meskipun Arya adalah warga sipil, keluarga meyakini bahwa TNI dapat memperkuat kinerja kepolisian dalam penyelidikan. TNI dianggap sebagai institusi netral dengan perangkat investigasi yang spesifik. Namun, pelibatan TNI dalam kasus sipil seperti ini harus melalui instruksi resmi dari Presiden. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang menjelaskan bahwa TNI hanya dapat terlibat dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) jika ada keputusan politik negara, yaitu instruksi Presiden.
Dalam kasus kematian Arya Daru, TNI hanya bisa terlibat jika ada dasar hukum yang jelas dan instruksi langsung dari otoritas eksekutif. Pelibatan TNI di ranah sipil tanpa dasar hukum bisa menimbulkan konflik kewenangan dan potensi pelanggaran HAM. Oleh karena itu, instruksi Presiden menjadi filter legal dan politik agar keterlibatan TNI tetap dalam koridor konstitusional.
Misteri yang Masih Menyelimuti
Hingga kini, kasus kematian Arya Daru masih penuh misteri. Jenazahnya ditemukan dalam kondisi yang tidak lazim, dengan kepala terlilit lakban kuning dan wajah dibungkus plastik. Hasil forensik menyebut tidak ada zat berbahaya dalam tubuhnya, dan DNA serta sidik jari hanya milik Arya. Namun, keluarga masih mempertanyakan beberapa hal, seperti adanya kandungan klorfeniramin (CTM) dalam tubuhnya, yang tidak memiliki riwayat alergi, serta temuan alat kontrasepsi dan identitas dua orang terakhir yang bersamanya.
Selain itu, aktivitas digital Arya seperti Instagram dan WhatsApp yang terlihat online setelah kematiannya, serta kehilangan ponsel yang tidak jelas, menambah keraguan. Respons lambat dari aparat saat kejadian dan tidak adanya penjelasan lengkap dari polisi juga membuat keluarga merasa belum mendapat kejelasan hukum.
Dukungan Moral dan Simbolik
Meskipun TNI bukan lembaga penyelidik utama, keterlibatan mereka dalam kasus ini bisa menjadi bentuk dukungan moral dan simbolik bagi keluarga yang merasa belum mendapat kejelasan. Dalam situasi yang menyentuh publik dan menyangkut pejabat negara, solidaritas antar-lembaga bisa menjadi bagian dari pendekatan humanis dan responsif.
Pelibatan TNI dalam kasus sipil seperti kematian Arya Daru hanya bisa dilakukan jika ada instruksi resmi dari Presiden, tindakan tersebut masuk dalam kerangka OMSP, dan TNI bertindak sesuai UU No. 34 Tahun 2004 dan tidak melampaui kewenangan sipil. Dengan begitu, semua pihak dapat bekerja sama dalam upaya mencari keadilan dan kepastian hukum.


