Perubahan Status BP Haji Menjadi Kementerian Haji dan Umrah
Pemerintah akan melakukan perubahan terkait status Badan Penyelenggara Ibadah Haji (BP Haji) menjadi Kementerian Haji dan Umrah. Perubahan ini telah disepakati oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menyatakan bahwa pembahasan tambahan kementerian ini diatur dalam Revisi Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (RUU Haji).
Saat ini, penyusunan Peraturan Presiden (Perpres) sedang diproses oleh Kementerian Sekretariat Negara bersama dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB). Dengan adanya kementerian baru ini, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (Ditjen PHU) di Kementerian Agama (Kemenag) akan dihapuskan.
Urgensi Pembentukan Kementerian Haji dan Umrah
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, mengungkapkan bahwa wacana pembentukan Kementerian Haji dan Umrah sudah lama dibahas oleh pemerintah. Ia menjelaskan bahwa sebenarnya sudah lama diperlukan untuk membentuk kementerian yang terpisah dari Kementerian Agama.
Menurutnya, pembentukan Kementerian Haji dan Umrah diperlukan untuk menyelesaikan masalah pelaksanaan haji dan umrah yang belum terselesaikan. Pelayanan haji dan umrah membutuhkan prosedur teknis yang mengikuti perkembangan Arab Saudi sebagai penyelenggara haji. Di sana aturan juga sering berubah, sehingga diperlukan satu kementerian khusus agar pelayanan bisa optimal.
Selain itu, penggantian BP Haji menjadi kementerian juga bertujuan untuk mengurai masalah antrean keberangkatan haji di Indonesia yang sangat panjang. Menurut Trubus, jika masih berbentuk badan pengelola, efektivitasnya masih kurang. Namun, jika sudah berbentuk kementerian, akan lebih efektif dalam melakukan lobi dan koordinasi dengan kementerian lainnya.
Dengan adanya Kementerian Haji dan Umrah, pelaksanaan dan pengelolaan haji diharapkan dapat dilakukan secara transparan. Karena bentuk kementerian mencakup tidak hanya kebijakan, tetapi juga aspek teknis.
Dampak Penambahan Kementerian Haji dan Umrah
Rencana ini akan membuat jumlah kementerian di Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo Subianto semakin meningkat. Kementerian Haji dan Umrah ini akan menjadi kementerian ke-49 di pemerintahan Prabowo. Meskipun demikian, Trubus menjelaskan bahwa saat ini Indonesia tidak memiliki batas maksimal kementerian sesuai UU Nomor 61 Tahun 2024. Artinya, jumlah kementerian bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan hak prerogatif presiden.
Ia menilai bahwa dampak negatif dari pembentukan kementerian ini tidak terlalu signifikan karena prosesnya melalui DPR. Namun, Trubus tetap menyoroti komitmen pemerintahan Prabowo dalam melakukan efisiensi. Penambahan kementerian tentu saja akan berdampak pada anggaran pemerintah. Jika kementerian baru ditambahkan, maka anggaran akan bertambah. Atau, anggaran yang sebelumnya dialokasikan untuk BP Haji mungkin digunakan untuk Kementerian Haji dan Umrah. Opsi lainnya adalah mengalihkan sebagian anggaran dari Kementerian Agama.
Bukan Jaminan Menyelesaikan Persoalan Pengelolaan Haji
Sebaliknya, pakar kebijakan publik Agus Pambagio tidak melihat adanya urgensi di balik rencana perubahan BP Haji menjadi kementerian. Ia menyatakan bahwa tidak ada studi yang menunjukkan alasan mengapa BP Haji harus diubah menjadi kementerian.
Menurutnya, mengubah BP Haji menjadi kementerian tidak serta merta menyelesaikan masalah pengelolaan haji. Ia menegaskan bahwa BP Haji berada di bawah Kementerian Agama yang merupakan salah satu kementerian terkorup. Jika dikeluarkan lagi, apakah akan menambah instansi yang korup? Itu menjadi pertanyaan utamanya.
Agus menilai bahwa rencana pemerintah mengubah BP Haji menjadi kementerian masih perlu kajian mendalam untuk menentukan seberapa penting hal tersebut dilakukan.


