Rupiah Tertekan di Rp16.168 Pasca Pidato APBN 2026 Prabowo

Posted on

Rupiah Mengalami Pelemahan di Tengah Dinamika Pasar Global

Pada sore hari Jumat, 15 Agustus 2025, nilai tukar rupiah mengalami penurunan signifikan. Rupiah melemah hingga mencapai tingkat Rp16.168 per dolar Amerika Serikat. Pelemahan ini tercatat sebesar 53 poin atau setara dengan minus 0,33 persen dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya. Penurunan ini terjadi di tengah sentimen global yang dipengaruhi oleh aksi ambil untung dari investor setelah rupiah mengalami penguatan cukup kuat sejak awal Agustus.

Kurs referensi Bank Indonesia, Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), juga mencatat posisi rupiah di Rp16.162 per dolar AS pada hari yang sama. Hal ini menunjukkan tekanan yang konsisten sepanjang sesi perdagangan. Para pelaku pasar menilai bahwa faktor eksternal seperti data ekonomi China yang menunjukkan perlambatan turut berkontribusi terhadap dinamika ini. Meskipun demikian, pidato Presiden Prabowo Subianto mengenai Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 tidak memberikan dampak signifikan terhadap kondisi pasar.

Mata Uang Asia Menunjukkan Penguatan

Sementara rupiah mengalami koreksi, mayoritas mata uang Asia justru menunjukkan penguatan pada hari yang sama. Yen Jepang naik 0,43 persen terhadap dolar AS, didukung oleh data ekonomi domestik yang lebih baik dari perkiraan dan ekspektasi kebijakan moneter Bank of Japan yang tetap akomodatif. Dolar Singapura menguat 0,15 persen, won Korea Selatan naik 0,17 persen, ringgit Malaysia bertambah 0,19 persen, serta baht Thailand meningkat 0,21 persen. Semua mata uang tersebut didorong oleh aliran modal masuk ke aset-aset emerging market di Asia Tenggara.

Di sisi lain, yuan China justru mengalami penurunan tipis sebesar 0,03 persen, yang menjadi salah satu pemicu tekanan bagi mata uang regional lainnya termasuk rupiah. Kondisi ini menyoroti kerentanan mata uang Asia terhadap fluktuasi di ekonomi terbesar kedua dunia tersebut. Perlambatan aktivitas manufaktur dan konsumsi domestik telah menjadi isu utama sepanjang tahun 2025.

Analisis Pasar: Respons Terhadap Dinamika Global

Analis pasar keuangan menilai bahwa pelemahan rupiah ini lebih merupakan respons terhadap dinamika global daripada faktor domestik semata. “Rupiah terimbas aksi ambil untung setelah penguatan besar sejak awal Agustus,” ujar Lukman Leong, analis dari Doo Financial Futures, dalam keterangannya kepada wartawan. Ia menambahkan bahwa meskipun ada sentimen positif dari kebijakan moneter global, investor tetap waspada terhadap risiko geopolitik yang masih membayangi perdagangan internasional.

Data Ekonomi China dan Aksi Profit Taking

Data ekonomi China yang dirilis baru-baru ini menunjukkan perlambatan tajam, dengan output pabrik dan penjualan ritel yang melambat di luar ekspektasi. Hal ini menjadi salah satu faktor utama yang menekan mata uang regional termasuk rupiah. Pertumbuhan produksi industri China pada Juli 2025 hanya mencapai level rendah, sementara penjualan ritel turun akibat tekanan dari perang dagang yang berkepanjangan dengan Amerika Serikat.

Aksi profit taking oleh investor asing juga memperburuk situasi, di mana banyak pelaku pasar memilih untuk merealisasikan keuntungan setelah rupiah mengalami penguatan signifikan dalam dua minggu terakhir. Hal ini terjadi di tengah ekspektasi penurunan suku bunga oleh Federal Reserve AS yang semakin pudar, meskipun data inflasi AS masih menunjukkan kestabilan.

Pidato Prabowo: Fokus pada Ketahanan Ekonomi Tanpa Kejutan

Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato kenegaraan pada 15 Agustus 2025, di mana ia memaparkan Rancangan APBN 2026 dengan penekanan pada ketahanan pangan, energi, ekonomi, dan pertahanan. Dalam pidatonya di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Prabowo menargetkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tangguh, dengan alokasi anggaran yang signifikan untuk program-program prioritas.

Salah satu poin utama dalam RAPBN 2026 adalah alokasi Rp750 triliun untuk sektor pendidikan, termasuk Rp178,7 triliun untuk kesejahteraan guru dan dosen, serta beasiswa bagi 22 juta siswa. Prabowo juga menyatakan aspirasinya untuk mencapai APBN tanpa defisit pada 2027 atau 2028, yang diharapkan dapat memperkuat fondasi fiskal Indonesia di tengah tantangan global.

Meskipun demikian, pidato tersebut dinilai tidak memberikan kejutan besar bagi pasar keuangan. “Tidak ada yang mengejutkan baik positif maupun negatif dari pidato Prabowo,” tutur Lukman Leong pada hari yang sama, menilai bahwa fokus pemerintah pada ketahanan domestik memang selaras dengan ekspektasi, tapi tidak cukup untuk mengimbangi tekanan eksternal.

Prospek Rupiah ke Depan dan Implikasi Ekonomi

Melihat ke depan, prospek rupiah diprediksi masih rentan terhadap fluktuasi global, terutama jika data ekonomi China terus menunjukkan kelemahan dan perang dagang AS-China semakin intensif. Dengan proyeksi pertumbuhan PDB China yang melambat menjadi 4,2 persen pada 2026, dampaknya terhadap ekspor Indonesia—seperti komoditas batubara dan nikel—bisa semakin terasa, yang pada akhirnya menekan nilai tukar rupiah.

Pemerintah Indonesia, melalui Bank Indonesia, diharapkan terus memantau kurs referensi dan intervensi jika diperlukan untuk menjaga stabilitas. “Rupiah tidak terlalu dipengaruhi oleh pidato RAPBN 2026 dan Nota Keuangan yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto,” ungkap Lukman Leong, menambahkan bahwa fokus pasar lebih pada sentimen global seperti kebijakan suku bunga The Fed yang baru-baru ini menurun.

Secara keseluruhan, pelemahan rupiah ini menjadi pengingat bagi pelaku ekonomi domestik untuk memperkuat diversifikasi ekspor dan ketahanan fiskal. Dengan APBN 2026 yang menargetkan pertumbuhan berkelanjutan, Indonesia diharapkan mampu menavigasi tantangan ini, meskipun butuh koordinasi ketat antara kebijakan moneter dan fiskal. Para investor disarankan untuk tetap waspada, sambil memantau perkembangan data ekonomi regional dalam beberapa minggu mendatang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *