Penanganan Kasus Kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo
Kasus kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo yang terjadi di lingkungan TNI menimbulkan reaksi keras dari berbagai pihak. Menurut informasi yang diperoleh, 20 prajurit TNI telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Namun, hukuman yang diberikan tidak hanya sebatas pemecatan dari dinas militer. Sebaliknya, mereka juga wajib menjalani proses hukum pidana.
Seorang mantan Komandan Angkatan Darat (KSAD), Jenderal (Purn) TNI Dudung Abdurachman, menyampaikan bahwa proses hukum harus tetap berjalan meskipun para pelaku sudah diberhentikan dari dinas. Ia menekankan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap prajurit baru, terutama selama masa orientasi. Pengawasan ini harus dilakukan oleh komandan regu, komandan peleton, dan komandan kompi secara langsung di lapangan.
Dudung menegaskan bahwa kasus ini menjadi peringatan serius bagi TNI untuk memperketat sistem pengawasan. Ia mengharapkan agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Dengan pengetatan pengawasan dan sanksi tegas, institusi TNI dapat belajar dari insiden tragis ini.
Sebelumnya, Pangdam IX/Udayana Mayor Jenderal TNI Piek Budyakto mengumumkan bahwa 20 prajurit TNI telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Mereka merupakan anggota Batalyon TP 834/Wakanga Mere. Laporan sementara menyebutkan bahwa semua kasus saat ini sedang ditangani dengan pemeriksaan lanjutan.
Kadispenad, Brigjen TNI Wahyu Yudhayana, menyebut bahwa lebih dari 20 personil telah diperiksa atau dimintai keterangan baik terduga pelaku maupun saksi yang ada di TKP. Dari hasil pemeriksaan tersebut, empat prajurit Batalyon TP 834/Wakanga Mere ditetapkan sebagai tersangka dan sempat ditahan. Sisanya akan menjalani pemeriksaan lanjutan secara mendalam.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, ke-16 personil Batalyon TP 834/Wakanga Mere yang sebelumnya diperiksa sebagai terduga pelaku dan saksi juga akan menjalani pemeriksaan lanjutan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan terhadap Prada Lucky Namo. Dari hasil pemeriksaan lanjutan, akan diketahui peran masing-masing personil sehingga bisa diterapkan pasal yang sesuai.
Beberapa pasal yang disiapkan untuk 20 tersangka antara lain Pasal 170 KUHP yang mengatur tentang tindak pidana pengeroyokan, Pasal 351 KUHP yang mengatur tentang penganiayaan, dan Pasal 354 KUHP yang mengatur tentang penganiayaan berat. Selain itu, ada juga Pasal 131 dan 132 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) yang mengatur tentang penganiayaan dan kejahatan yang dilakukan oleh seorang militer dengan sengaja mengizinkan bawahannya melakukan kekerasan.
Brigjen TNI Wahyu Yudhayana memastikan bahwa satu dari 20 tersangka adalah perwira TNI AD. Perwira tersebut diduga dengan sengaja memberi kesempatan kepada bawahannya untuk melakukan kekerasan. Pasal 132 dalam konteks militer mengatur tentang kejahatan yang dilakukan oleh seorang militer dengan sengaja mengizinkan bawahannya melakukan tindakan kekerasan.
Jumlah tersangka cukup banyak karena kejadian kekerasan tidak hanya berlangsung satu hari, melainkan dalam beberapa rentang waktu, melibatkan sejumlah personel, termasuk korban. Oleh karena itu, pemeriksaan harus dilakukan secara menyeluruh agar langkah-langkah yang tepat dapat diambil.
Wahyu menegaskan bahwa TNI AD berkomitmen menindak tegas setiap bentuk pembinaan yang melanggar kaidah, apalagi sampai menyebabkan kematian prajurit. Kasus ini akan menjadi bahan evaluasi bagi seluruh satuan operasional TNI AD agar tradisi pembinaan prajurit dilakukan dengan benar dan mendukung keberhasilan tugas.
Sosok perwira TNI yang terlibat dalam kasus ini masih dirahasiakan. Wahyu menjelaskan bahwa identitas akan diumumkan setelah proses pemeriksaan selesai. Informasi yang diperoleh menyebutkan bahwa sosok perwira tersebut berinisial Letda TS. Letda TS adalah alumnus Akademi Militer tahun 2017 dan pernah bertugas di Yonif Raider Khusus 744/Satya Yudha Bhakti, Belu, NTT pada tahun 2021–2022. Setelah itu, ia dipindahkan ke Yonif TP 834/Wakanga Mere pada tahun 2022–2025.


