Forum Perjuangan Driver Pariwisata Bali Tuntut Kejelasan Atas Janji DPRD
Pada Senin, 25 Agustus 2025, Forum Perjuangan Driver Pariwisata Bali (FPDPB) kembali melakukan audiensi dengan DPRD Bali. Tujuan utama dari pertemuan ini adalah untuk menagih janji yang sebelumnya diberikan oleh legislatif terkait pembentukan Peraturan Daerah (Perda) tentang Transportasi Pariwisata. Dalam enam bulan terakhir, forum ini berharap bahwa tuntutan mereka dapat direalisasikan melalui peraturan daerah tersebut.
Koordinator FPDPB, I Made Darmayasa, menjelaskan bahwa tujuan dari aksi ini adalah untuk memastikan kejelasan mengenai proses pembuatan Perda. “Tujuan kami adalah mengetahui sampai di mana proses Perda itu berlangsung. Kami ingin ada kejelasan,” ujarnya.
FPDPB kini memiliki lebih dari 5.000 anggota dan membawa enam tuntutan pokok dalam audiensi tersebut. Pertama, mereka meminta pembatasan kuota angkutan sewa khusus (ASK) di Bali. Kedua, penataan ulang vendor yang dinilai melanggar aturan. Ketiga, standarisasi tarif transportasi yang belum diperbarui sejak tahun 2017. Keempat, kewajiban driver ber-KTP Bali. Kelima, kewajiban kendaraan berplat DK agar pajak tidak lari ke luar daerah. Terakhir, standarisasi kompetensi driver pariwisata.
Darmayasa menegaskan bahwa tuntutan ini sangat mendesak karena kondisi transportasi pariwisata Bali semakin tidak terkendali. Banyaknya kendaraan berplat luar Bali, perang tarif murah, serta kualitas layanan yang rendah dikhawatirkan merusak citra pariwisata Bali di mata wisatawan. “Saya merasa sedih karena saat tamu saya datang, mereka disuguhkan kemacetan dan situasi yang tidak sesuai dengan keunikan Bali,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa FPDPB akan terus mengawal pembahasan Raperda hingga tuntas. Jika proses tidak selesai, mereka siap melakukan aksi lanjutan dengan massa yang lebih besar. “Kalau tidak selesai, kami akan datang lagi, bahkan lebih banyak lagi,” tegas Darmayasa.
DPRD Bali telah memastikan bahwa rancangan peraturan daerah (Ranperda) terkait Transportasi Pariwisata segera dibahas. Menurut Ketua DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya, diskusi awal dilakukan pada 25 Februari 2025. Namun, pengajuan surat kepada eksekutif ditunda karena adanya Hari Jadi Provinsi Bali dan HUT RI ke-80.
Menurut Mahayadnya, penyusunan Raperda sudah cukup matang. Koordinasi juga telah dilakukan dengan kementerian terkait. “Kami sudah berkoordinasi dengan Kanwil Kementerian Hukum dan Komisi 3 juga telah berkunjung ke Kementerian Perhubungan. Mereka menyetujui dengan surat resmi terbentuknya Perda,” jelasnya.
Raperda akan dibawa ke sidang paripurna DPRD pada 1 September 2025. Proses pembahasan akan berlangsung selama sekitar satu bulan sebelum disahkan menjadi Perda. “Kami berharap bisa ketok palu pada akhir September,” tambahnya.
Meskipun demikian, Mahayadnya menegaskan bahwa proses pembahasan masih terbuka. FPDPB akan dilibatkan secara aktif untuk memastikan substansi Perda sesuai kebutuhan di lapangan. “Mereka belum memberikan masukan. Kami akan adopsi semua masukan mereka dan menyerahkan kepada Kementerian Dalam Negeri,” ujarnya.
Mahayadnya memastikan keterlibatan langsung forum dalam penyusunan Perda. “Nggih. Dilibatkan. Mereka bisa ikut rapat-rapatnya,” tutupnya.


