Kisah Sedih Diplomat Arya Daru: Ibu Kanker, Orang Tua Kehilangan Anak Tunggal

Posted on

Kehilangan yang Mendalam dan Misteri di Balik Kematian Arya Daru Pangayunan

Keluarga Arya Daru Pangayunan, seorang diplomat muda dari Kementerian Luar Negeri (Kemlu), kini sedang berjuang menghadapi rasa sakit yang luar biasa setelah kehilangan putra mereka. Kematian Arya, yang ditemukan dalam kondisi tak wajar dengan kepala tertutup lakban di kamar kosnya, membawa perasaan syok dan kehancuran yang mendalam bagi seluruh keluarga.

Subaryono, ayah dari Arya, mengungkapkan bahwa kepergian putranya adalah pukulan berat yang sulit untuk dipahami. Ia menjelaskan bahwa Arya bukan hanya anak tunggal, tetapi juga keajaiban yang datang setelah pengalaman panjang dengan kegagalan dan kesedihan. “Arya adalah jawaban atas doa-doa kami setelah tiga kali kegagalan,” ujarnya. Dengan nama yang unik, Arya Daru Pangayunan menjadi harapan besar bagi keluarga yang telah menantikan kehadirannya selama bertahun-tahun.

Namun, kebahagiaan itu terengah-rengah ketika kabar kematian Arya datang. Kepergian putra mereka tidak hanya menyebabkan rasa kehilangan, tetapi juga menghancurkan harapan-harapan yang telah mereka bangun. Subaryono merasa bahwa kehilangan ini sangat berat, terlebih karena ia dan istrinya harus menghadapi tantangan lain, yaitu penyakit kanker yang diderita oleh Titi Sulatri, sang ibu.

Ibu Arya, Titi Sulatri, telah didiagnosis menderita kanker koloni dan menjalani operasi serta penggunaan colostomy bag. Proses pengobatan yang krusial harus ditunda akibat kabar kematian Arya. Hal ini memperparah rasa sedih dan keputusasaan yang dirasakan oleh keluarga. Mereka kini harus menghadapi dua tragedi sekaligus: kehilangan putra tercinta dan kondisi kesehatan yang memburuk.

Temuan Baru yang Menyulitkan Kasus

Selain masalah kesehatan, keluarga juga menemukan informasi baru yang memperumit kasus kematian Arya. Sebuah amplop cokelat berisi simbol-simbol aneh seperti bintang, hati, dan bunga kamboja diterima oleh asisten rumah tangga Arya saat pengajian mendiang. Simbol-simbol tersebut kini menjadi fokus utama dalam penyelidikan.

Kuasa hukum keluarga, Nicholay Aprilindo, mengatakan bahwa amplop tersebut diberikan oleh seseorang yang tidak dikenal. Pihak keluarga berharap agar simbol-simbol ini dapat memberikan petunjuk penting dalam memahami misteri kematian Arya. “Kami meminta agar simbol-simbol ini diperdalam maknanya,” ujarnya.

Permintaan Bantuan kepada Presiden

Dalam upaya mencari keadilan, Subaryono memohon bantuan Presiden RI, Prabowo Subianto. Ia berharap presiden dapat turut campur dalam mengungkap misteri kematian putranya. Meski usianya sudah tua, ia merasa lemah dan percaya bahwa kasus ini melibatkan anaknya yang merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN). “Kami memohon kepada yang terhormat Presiden Republik Indonesia, yang terhormat Bapak Prabowo Subianto, kami mohon dengan rendah hati dan setulus-tulusnya,” katanya.

Penyelidikan Polisi dan Diagnosis Kesehatan Mental

Polda Metro Jaya menyatakan bahwa kematian Arya tidak disertai unsur tindak pidana. Berdasarkan hasil pemeriksaan forensik, korban meninggal karena mati lemas akibat kekurangan oksigen. Dokter forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Yoga Tohjiwa, menjelaskan bahwa kematian terjadi dalam waktu 4-5 menit setelah pasokan oksigen terganggu.

Selain itu, Arya disebut memiliki riwayat gangguan psikologis. Ahli Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor) Nathanael E. J. Sumampouw mengungkap bahwa almarhum mengalami dinamika psikologis kompleks, termasuk kelelahan mental (burnout) dan compassion fatigue. Hal ini dikarenakan tugasnya sebagai diplomat yang menuntut empati tinggi dan responsif terhadap situasi krisis.

Meskipun demikian, pihak keluarga dan lingkungan kerja tidak menyadari adanya tekanan psikologis yang dialami oleh Arya. Nathanael menekankan bahwa almarhum cenderung menekan dan menyembunyikan perasaannya, sehingga sulit untuk mendapatkan dukungan dari lingkungan sekitar.

Kesimpulan Polisi

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Wira Satya Triputra, menyatakan bahwa penyelidikan tidak menemukan tindak pidana terhadap korban. Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa Arya meninggal karena mati lemas akibat penggunaan lakban. Tidak ditemukan DNA orang lain di tempat kejadian atau barang bukti lain yang mengarah pada tindak pidana.

Penyelidikan juga melibatkan sejumlah ahli dan memeriksa 24 saksi. Selain itu, 103 barang bukti telah disita dan dianalisis. Tidak ditemukan ancaman fisik atau psikis terhadap korban, serta tidak ada bukti kekerasan atau intervensi pihak lain dalam kematian Arya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *