Kisah Menarik Paskibraka Nasional yang Berjuang untuk Mewujudkan Impian
Paulus Gregorius Afrizal, salah satu anggota Paskibraka Nasional dari Nusa Tenggara Timur (NTT), memiliki kisah yang sangat menginspirasi. Meski meraih kesempatan berharga untuk mewakili daerahnya dalam upacara HUT ke-80 Republik Indonesia, ia harus melewati berbagai tantangan ekonomi dan pengorbanan besar-besaran.
Afril saat ini sedang menempuh pendidikan di kelas XI SMA Katolik Frateran (Smater) Maumere, Kabupaten Sikka, NTT. Baginya, masa persiapan menjadi Paskibraka adalah pengalaman berharga yang penuh dengan latihan dan disiplin. Setiap hari, ia dan rekan-rekannya terus berlatih agar bisa menjalankan tugas dengan baik.
Mengambil Peran dalam Ekonomi Keluarga
Selain fokus pada pendidikan dan pelatihan sebagai Paskibraka, Afril juga aktif membantu orang tuanya. Setiap akhir pekan, ia berjualan jagung bakar untuk menambah penghasilan keluarga. Selain itu, ia juga meluangkan waktu untuk berlatih karate, olahraga yang ia tekuni sejak lama.
“Saya ingin meringankan beban orang tua saya. Jadi, saya menyisihkan waktu untuk berjualan, latihan, dan tetap sekolah. Saya juga seorang atlet karate,” ujarnya.
Keterbatasan Biaya yang Menghambat Langkah
Meskipun berhasil lolos seleksi tingkat provinsi, Afril menghadapi tantangan finansial ketika harus berangkat ke Jakarta untuk seleksi nasional. Biaya yang diperlukan cukup besar, namun kondisi keuangan keluarga tidak memungkinkan. Salah satu biaya yang harus dibayarkan adalah medical check up yang harus diulang di Maumere dengan biaya sebesar Rp 175.000.
Ibu Afril, Magdalena Juliana, mengaku kebingungan karena tidak memiliki dana yang cukup. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, ia rela menjual barang-barang rumah tangga. Malam itu, ia memberi tahu anaknya bahwa mereka tidak punya apa-apa lagi yang bisa dijual. Akhirnya, Juliana memutuskan untuk menjual kompor.
Pengorbanan Besar untuk Mencapai Tujuan
Tidak hanya itu, Juliana juga terpaksa menggadaikan ponsel adik Afril untuk menutupi biaya perjalanan ke Kupang. Saat itu, mereka hanya mendapatkan bantuan sebesar Rp 500.000 dari Kesbangpol Kabupaten Sikka, yang masih kurang.
“Saya terpaksa pinjam uang lagi dan menggadai HP adik Afril, yang penting bisa sampai Kupang,” ujar Juliana.
Profil Seorang Pekerja Keras
Meski masih duduk di bangku SMA, Afril dikenal sebagai sosok yang sangat rajin dan tanggung jawab. Ia sering membantu ibunya berdagang bakso pentol maupun jagung bakar. Selain itu, ia juga kerap menjadi tukang ojek setelah pulang sekolah untuk menambah pemasukan keluarga.
“Selain dia (Afril) membantu saya di rumah, dia juga membantu saya mencari maksudnya untuk kebutuhan sehari-hari di rumah toh,” kata Juliana.
Prestasi di Sekolah
Di sekolah, Afril merupakan siswa yang cerdas. Ia selalu mendapat peringkat atau rangking di kelasnya dan masuk dalam lima besar. Setiap hari Sabtu, ia mengikuti ekstrakurikuler bahasa Jerman. Setelah pulang sekolah, ia istirahat sebentar di rumah, lalu menyelesaikan pekerjaan rumah seperti masak dan membersihkan rumah sebelum pergi berlatih karate.
Kisah Paulus Gregorius Afrizal mengajarkan betapa pentingnya semangat, dedikasi, dan pengorbanan dalam meraih impian. Dengan usaha dan dukungan keluarga, ia berhasil melewati berbagai rintangan dan menjadi contoh bagi banyak orang.


