Sutiyoso Ubah Kramat Tunggak Jadi Jakarta Islamic Center

Posted on

Sejarah Kramat Tunggak yang Berubah Menjadi Jakarta Islamic Center

Kramat Tunggak, sebuah kawasan di Tugu Utara, Koja, Jakarta Utara, selama bertahun-tahun menjadi pusat kehidupan malam yang penuh kontroversi. Dikenal sebagai lokalisasi terbesar di Asia Tenggara, tempat ini sempat menjadi simbol dari kehidupan prostitusi yang tidak terkendali. Namun, pada 1999, kawasan ini resmi ditutup dan seiring waktu berubah menjadi Jakarta Islamic Center (JIC) pada 2003. Perubahan ini dipimpin oleh mantan Gubernur DKI Jakarta ke-12, Sutiyoso, yang dikenal dengan panggilan akrab Bang Yos.

Pada awalnya, Kramat Tunggak diresmikan sebagai lokalisasi pada masa pemerintahan Gubernur Ali Sadikin di tahun 1970-an. Tujuan utamanya adalah untuk mengumpulkan para pekerja seks komersial (PSK) di satu titik agar aktivitas prostitusi tidak menyebar ke wilayah lain. Selama 29 tahun, kawasan ini menjadi tempat tinggal bagi ribuan PSK, warga sekitar, serta para preman yang menjaga kawasan tersebut.

Namun, semakin lama, muncul protes dari warga setempat. Anak-anak sering melihat pemandangan tak pantas di jalanan. Meski begitu, hingga era setelah Ali Sadikin, tidak ada gubernur yang berani menutup lokalisasi ini karena takut konflik dengan para preman.

Perjuangan Sutiyoso dalam Menutup Kramat Tunggak

Pada tahun 1998, desakan warga agar Kramat Tunggak ditutup semakin kuat. Sutiyoso tidak langsung bertindak gegabah. Ia memilih untuk mendekati para PSK terlebih dahulu. Dari percakapan tersebut, ia mengetahui bahwa banyak dari mereka terpaksa menjual diri karena minimnya peluang kerja.

“Kalau ada pekerjaan lain, mereka akan meninggalkan prostitusi,” kata Sutiyoso. Untuk itu, ia menawarkan berbagai pelatihan keterampilan, seperti menjahit, tata boga, hingga kecantikan, agar para PSK memiliki alternatif penghidupan.

Selain itu, Sutiyoso juga mengajak ulama ternama saat itu, KH Zainuddin MZ, untuk memberikan ceramah rutin kepada para PSK. “Saya bilang ke beliau, ‘tolong yakinkan mereka, kalau ikut Bang Yos ke kanan surga, kalau tetap begini neraka’,” ujarnya.

Setahun penuh proses pendekatan dilakukan. Akhirnya, pada 1999, para PSK sendiri yang sepakat untuk meninggalkan Kramat Tunggak. Saat penutupan, mereka justru menangis bahagia dan merangkul Sutiyoso dengan perasaan terharu.

Dari Lokalisasi Jadi Jakarta Islamic Center

Setelah penutupan, Sutiyoso menghadapi tantangan besar. Ia harus menentukan bagaimana mengisi lahan seluas tiga hektare yang dulunya merupakan lokalisasi. Saat sedang melakukan ibadah umroh, ia memohon petunjuk dari Allah. Ide yang muncul adalah menciptakan Jakarta Islamic Center.

Meski ragu, ide ini akhirnya diwujudkan setelah mendapat restu dari para ulama. Saat mengundang ulama ke Balai Kota Jakarta, Sutiyoso menyampaikan ide tersebut dengan rasa gugup. Namun, reaksi yang diterima sangat positif. Para ulama langsung berdiri dan berseru “Allahu Akbar”.

Setelah mendapat dukungan, Sutiyoso melakukan studi banding ke berbagai negara seperti Mesir, Iran, Inggris, hingga Prancis untuk merancang pusat pembelajaran Islam modern di Jakarta. Pada 4 Maret 2003, Jakarta Islamic Center resmi berdiri.

Kini, JIC telah menjadi pusat dakwah yang lengkap dengan masjid, penginapan, serta fasilitas pembinaan umat. Dari tempat haram, Kramat Tunggak kini berubah menjadi tempat yang penuh makna dan manfaat bagi masyarakat Jakarta. Ini menjadi warisan besar yang ditinggalkan oleh Sutiyoso.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *