Pengalaman di Ajang Balap Jetski Internasional di Danau Toba
Pada hari Sabtu (16/8/2025), deru mesin jetski internasional menggema di perairan Danau Toba dalam ajang bergengsi UIM-ABP Aquabike Class Pro Circuit Grand Prix of Indonesia. Sebanyak 19 pembalap kelas dunia dari berbagai negara seperti Swedia, Prancis, Uni Emirat Arab, dan Amerika Serikat turut serta dalam kompetisi kelas Runabout GP1.
Namun, suasana di tepian danau tidak sesuai dengan ekspektasi. Kursi penonton tampak kosong. Hanya segelintir warga lokal dan rombongan kecil yang menyaksikan pertandingan tersebut. Marpaung, seorang warga Toba, membandingkan acara ini dengan Pacu Jalur di Kuantan Singingi, Riau. Ia menyebutkan bahwa di Kuansing, ribuan orang hadir di tepi sungai bahkan sejak penyisihan. Di Toba, justru sepi.
Meskipun nama-nama besar seperti Samuel Johansson (Swedia), Francois Medori (Prancis), dan Jeremy Perez (Prancis) siap tampil, kondisi lapangan menunjukkan sebaliknya. Area pameran sepi, pengunjung mondar-mandir tanpa kerumunan berarti. “Ramai” yang diklaim panitia lebih terdengar seperti penghiburan diri.
Kontras dengan Pacu Jalur Kuansing yang tanpa label internasional, namun mampu menyedot ribuan penonton, menggerakkan ekonomi rakyat, dan menciptakan euforia budaya. Di Toba, event berkelas dunia justru berjalan hambar—ramai di spanduk, lengang di arena.
Pertanyaan pun muncul: Apakah label internasional cukup untuk menggerakkan publik? Ataukah justru tradisi lokal yang lebih mampu membangkitkan semangat kolektif dan kebanggaan budaya?
Jenis Kategori Balapan yang Dipertandingkan
Ajang UIM-ABP Aquabike Class Pro Circuit Grand Prix of Indonesia mencakup beberapa kategori balapan:
- Runabout GP1: Kelas utama dengan mesin besar dan kecepatan tinggi.
- Ski GP1: Jetski berdiri dengan manuver ekstrem.
- Ski Ladies GP1: Kategori khusus pembalap wanita.
- Freestyle: Aksi akrobatik seperti backflip dan barrel roll di atas air.
Event olahraga ini diikuti oleh pembalap dari lebih dari 25 negara. Nama-nama besar seperti Francois Medori (Prancis), Samuel Johansson (Swedia), dan Roberto Mariani (Italia) turut berlaga. Ajang ini merupakan bagian dari kejuaraan dunia Aquabike yang telah disahkan sejak 1995 oleh UIM.
Upaya Meningkatkan Citra Danau Toba
UIM-ABP Aquabike Class Pro Circuit Grand Prix of Indonesia berupaya meningkatkan citra Danau Toba sebagai destinasi wisata olahraga air kelas dunia. Ini terlihat dari upaya melibatkan SDM lokal dalam logistik, hospitality, dan operasional. Selain itu, pelaku usaha lokal diberi ruang untuk tampil dan menjual produk mereka.
Ketua Panitia Penyelenggara The Lake Toba GP sekaligus Direktur Operasi ITDC, Troy Warokka, menyampaikan bahwa event ini bukan hanya menunjukkan level kompetisi kelas dunia, tapi juga memperkuat citra Danau Toba sebagai destinasi sport tourism.
Mengapa Acara Ini Sepi Penonton?
Meski berlabel internasional dan didukung oleh promosi besar-besaran, acara ini justru sepi penonton. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan: mengapa event global ini kalah euforia dibandingkan dengan tradisi lokal seperti Pacu Jalur di Kuantan Singingi, Riau?
Alasan utamanya adalah karena tidak ada satu pun pembalap Indonesia di kelas utama Runabout GP1. Sehingga, penonton lokal sulit merasa terhubung secara emosional dengan peserta asing. Hanya Boanerges Ratag yang tampil di ajang endurance sehari sebelumnya, namun tidak cukup mengangkat antusiasme.
Selain itu, balapan jetski adalah olahraga modern yang belum berakar dalam budaya lokal. Tidak ada ritual, musik tradisional, atau simbol budaya yang menyatu dengan masyarakat sekitar. Faktor lainnya adalah upaya promosi tidak menjangkau warga lokal. Banyak warga sekitar mengaku tidak tahu detail acara atau merasa tidak diundang.
Perbedaan dengan Pacu Jalur Kuansing
Pacu Jalur telah berlangsung sejak tahun 1900 dan menjadi bagian dari identitas masyarakat Kuansing. Setiap desa memiliki jalur (perahu panjang) yang dibuat bersama dan dilombakan sebagai bentuk kebanggaan kolektif. Ratusan pendayung, penari anak-anak (Anak Coki), dan musisi tradisional ikut serta. Warga turun tangan sebagai peserta, penonton, panitia, hingga pedagang.
Setiap gerakan dalam Pacu Jalur memiliki makna spiritual dan simbolik. Tradisi ini menjadi ajang silaturahmi, syukur atas panen, dan penghormatan terhadap alam. Aksi penari cilik viral di media sosial lewat tren “Aura Farming”. Festival ini menarik wisatawan nasional dan internasional tanpa perlu embel-embel “kelas dunia”.
Kesimpulan
Label internasional tidak otomatis menjamin euforia publik. UIM-ABP Aquabike menawarkan kecepatan dan gengsi, tapi Pacu Jalur menghadirkan jiwa, tradisi, dan keterlibatan sosial yang jauh lebih kuat. Untuk membangkitkan sport tourism yang berkelanjutan, Indonesia perlu merancang event yang tidak hanya megah secara teknis, tapi juga menyatu dengan budaya dan emosi masyarakat lokal.


