Petir di Musim Kemarau: Kehadiran Joao Angelo De Sousa Mota
Joao Angelo De Sousa Mota, seorang yang dikenal sebagai Direktur Utama PT Agrinas Pangan Nusantara, tiba-tiba mengundurkan diri dari jabatannya. Keputusan ini terasa seperti petir di musim kemarau—tiba-tiba dan mengejutkan. Alasannya pun tidak kalah mengejutkan. Joao merasa bahwa Direksi PT Danantara terlalu lambat, berbelit, dan birokratis dalam pengambilan keputusan.
Setelah enam bulan menunggu keputusan dari Danantara, Joao akhirnya memutuskan untuk mundur. Tiga studi kelayakan telah diajukan, namun tidak ada keputusan yang keluar. Dengan demikian, ia menyatakan pengunduran dirinya pada 11 Agustus 2025. Tanpa keputusan dari Danantara, PT Agrinas Pangan tidak bisa bergerak. Danantara, sebagai induk perusahaan BUMN, memiliki peran penting dalam segala kebijakan perusahaan anaknya.
Sebelum bergabung dengan PT Agrinas Pangan, perusahaan ini bernama PT Yodya Karya, yang bergerak di bidang konsultan teknik. Perubahan nama menjadi PT Agrinas Pangan Nusantara bukan hanya sekadar perubahan identitas, tetapi juga simbol perubahan sikap dan cara berpikir. Namun, nyatanya, hal itu tidak membawa perubahan signifikan.
Latar Belakang Joao yang Unik
Joao lahir di Dili, Timor Timur. Ia memiliki latar belakang campuran antara Portugis dan Timor. Ayahnya memiliki darah 50 persen Portugis, 25 persen Angola, dan 25 persen Timor. Sementara ibunya berasal dari 50 persen Portugis dan 50 persen Timor. Dari latar belakang ini, Joao memiliki iman Katolik yang kuat. Ia merasa malu karena selama enam bulan menjabat sebagai Direktur Utama, ia belum bisa memberikan kontribusi apa pun bagi bangsa dan negara.
Menurut Joao, isu pangan adalah prioritas utama dalam program Presiden Prabowo Subianto. Oleh karena itu, ia percaya bahwa penanganan masalah pangan harus dilakukan dengan cepat. Gerakan cepat, atau dalam istilah komisaris PT Agrinas, Ida Bagus Purwalaksana, adalah perubahan sikap dan cara berpikir.
Gerakan Pertanian Baru: “Petani Merdeka”
Joao tidak hanya berhenti di situ. Ia terus bergerak di bidang pertanian dan konstruksi. Ia memiliki lahan pertanian kering di NTT, khususnya di kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), yang merupakan salah satu daerah termiskin di NTT. Di sana, ia meluncurkan gerakan pertanian baru yang diberi nama “Petani Merdeka”: Tani Nusantara, lewat organisasi Timor Farm.
Ciri khas dari gerakan ini adalah membebaskan petani dari pupuk buatan pabrik dan pestisida kimia. Petani diminta membuat sendiri pupuk dan pestisida menggunakan bahan-bahan lokal. Ketergantungan pada pupuk kimia membuat petani tidak mandiri, harga pupuk yang mahal, dan pasokan yang tidak stabil sering kali menjadi kendala.
Untuk pupuk, Joao menekankan pentingnya tanaman dengan akar yang kuat. Ia menciptakan mikoriza, yaitu campuran kentang rebus dengan cacahan batang dan buah yang difermentasi selama dua minggu. Jika air di dalam drum mulai berbuih, itu tanda mikrobanya sudah berkembang. Cairan ini kemudian disemprotkan ke lahan yang sudah diolah.
Sedangkan untuk pestisida, Joao mencampur buah maja, air, dan minyak goreng. Campuran ini lalu disemprotkan ke tanaman sebagai pengganti pestisida kimia.
Pasukan Bersepeda Motor dan Penyuluh Pertanian
Di TTU, Joao memiliki pasukan bersepeda motor sebanyak 12 orang. Mereka menggunakan motor trail dan berpakaian seragam dengan logo Gerindra di dadanya. Mereka bertugas menyebarkan prinsip “Petani Merdeka” ke desa-desa. Mereka tidak hanya menanam padi, tetapi juga holtikultura seperti timun, kacang panjang, dan bawang merah.
Joao mengenal Prabowo Subianto sejak tahun 1976, saat masih tinggal di Dili. Hubungan mereka tetap terjaga hingga saat ini. Nama “Joao” sendiri memiliki makna yang unik. Dalam bahasa Portugis, nama ini berarti “Yang diberkati Tuhan Jesus”. Sementara nama kedua, “Angelo”, mencerminkan darah Angola dari ayahnya.
Kesimpulan
Dengan latar belakang yang unik dan semangat yang kuat, Joao Angelo De Sousa Mota tidak hanya menjadi simbol gerakan pertanian baru, tetapi juga menjadi contoh bagaimana perubahan di Indonesia tidaklah mudah. Keputusannya untuk mundur dari jabatan bukan hanya tindakan individu, tetapi juga refleksi dari tantangan yang dihadapi oleh sistem yang ada.


