Fenomena Struk Belanja yang Menyebutkan Biaya Royalti Musik
Sebuah struk belanja di sebuah restoran viral di media sosial karena mencantumkan komponen biaya “royalti musik dan lagu”. Hal ini memicu perbincangan hangat di kalangan warganet, terutama karena biaya tersebut dibebankan kepada konsumen. Dalam struk tersebut, terdapat keterangan mengenai biaya royalti sebesar Rp29.140 yang disandingkan dengan daftar makanan seperti bola-bola susu, rendang sapi, dan es dawet durian.
Perdebatan ini muncul setelah adanya aturan yang menyatakan bahwa restoran dan kafe wajib membayar royalti musik, terlepas dari sumber musik yang digunakan. Aturan ini berlaku untuk semua jenis musik, baik yang berasal dari layanan streaming seperti Spotify atau YouTube maupun sumber lainnya. Perlu diketahui bahwa royalti musik adalah bentuk kompensasi finansial yang diberikan kepada pencipta lagu, komposer, penyanyi, produser, atau pemilik hak cipta atas penggunaan karya musik mereka.
Royalti ini harus dibayarkan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) minimal satu kali dalam setahun. Pemilik usaha dapat mengurus perizinan dan pembayaran secara daring melalui situs resmi LMKN. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, restoran dibebankan royalti musik berdasarkan jumlah kursi per tahun.
Direktur Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menegaskan bahwa semua tempat umum yang memutar musik secara komersial, termasuk restoran dan kafe, tetap wajib membayar royalti melalui LMKN. Selain itu, DJKI juga menambahkan bahwa rekaman suara alam pun dapat dikenakan royalti apabila tergolong sebagai fonogram yang memiliki hak produser.
Tarif royalti sendiri diatur dalam Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016 tentang Pengesahan Tarif Royalti untuk Pemanfaatan Komersial Ciptaan dan/atau Produk Hak Terkait Musik dan Lagu Kategori Restoran.
Berikut rincian tarif royalti:
- Restoran & Kafe
- Hak pencipta: Rp60.000 per kursi/tahun
-
Hak terkait: Rp60.000 per kursi/tahun
-
Pub, Bar & Bistro
- Hak pencipta: Rp180.000 per m²/tahun
-
Hak terkait: Rp180.000 per m²/tahun
-
Diskotek & Klub Malam
- Hak pencipta: Rp250.000 per m²/tahun
- Hak terkait: Rp180.000 per m²/tahun
Pembayaran dilakukan minimal setahun sekali dan bisa diurus secara daring melalui situs resmi LMKN.
Simulasi Perhitungan Royalti
Beberapa contoh simulasi perhitungan royalti untuk berbagai ukuran tempat usaha:
- Kafe kecil kapasitas 20 kursi
- Hak pencipta: Rp60.000 × 20 = Rp1.200.000/tahun
- Hak terkait: Rp60.000 × 20 = Rp1.200.000/tahun
-
Total: Rp2.400.000/tahun (~Rp200.000/bulan)
-
Restoran kapasitas 50 kursi
- Hak pencipta: Rp3.000.000/tahun
- Hak terkait: Rp3.000.000/tahun
-
Total: Rp6.000.000/tahun (~Rp500.000/bulan)
-
Restoran kapasitas 100 kursi
- Hak pencipta: Rp6.000.000/tahun
- Hak terkait: Rp6.000.000/tahun
- Total: Rp12.000.000/tahun (~Rp1.000.000/bulan)
Aturan ini berlaku untuk musik lokal maupun internasional.
Penjelasan LMKN Mengenai Royalti Musik
LMKN memberikan penjelasan mengenai mekanisme perhitungan royalti untuk restoran dan kafe. Komisioner LMKN, Yessy Kurniawan, menjelaskan bahwa penentuan tarif royalti didasarkan pada tingkat keterisian kursi atau okupansi harian dari tempat usaha tersebut.
Contohnya, jika sebuah kafe memiliki 100 kursi, namun hanya 10 kursi yang terisi pada hari pertama, maka perhitungan royalti akan didasarkan pada angka tersebut. LMKN berharap pemilik usaha memahami bahwa pembayaran royalti bukanlah beban semata, melainkan bentuk penghargaan atas karya musik yang mereka manfaatkan.
Respons Beragam dari Pemilik Usaha dan Konsumen
Banyak pemilik kafe dan restoran mencoba menghindari kewajiban membayar royalti dengan mengganti musik menjadi suara alam, seperti kicauan burung atau gemericik air. Namun, LMKN menegaskan bahwa upaya ini tidak membebaskan pelaku usaha dari kewajiban membayar royalti.
Beberapa pengelola kafe memilih untuk menghentikan pemutaran musik demi menghindari kewajiban tersebut. Sementara itu, ada juga yang tetap memutar musik lalu membebankan biayanya langsung ke pelanggan, seperti yang terlihat pada struk yang viral di media sosial.
Respon masyarakat terhadap kebijakan ini sangat beragam. Ada yang menilai tambahan biaya tersebut memberatkan konsumen, sementara lainnya memandangnya sebagai bentuk dukungan kepada para musisi. Beberapa netizen juga menyampaikan keluhan mereka terkait biaya royalti yang dibebankan kepada konsumen.
Beberapa komentar netizen antara lain:
- @Jikun: “Buka restoran di Indo itu kaya nyesek bgt ya, udh kena ppn 11 persen, pajak restoran 20 persen, setor pajak parkir ke pemda, belum lg pungli dari ormas2 setempat, eh ini ketambahan biaya royalti lagu yg ujung2nya nanti dibebankan ke konsumen.”
- @Raka Abdian: “Bukannya royalti itu bayar nya pertahun?? knp semua di bebankan ke konsumen per kedatangan??”
- @Kang_Chiep88: “Kalau ini mah, cafenya juga carik untung. Wong pajak kafe 10 persen aja gak setor full.”
- @gugugugug: “Ya itu urusan yg punya cafe lah masa konsumen ???? yg puter lagu siapa?”
Seorang pengguna juga menulis,
“Kalau untuk dukung musisi sih oke, tapi jangan dimasukin ke nota makanan. Rasanya aneh aja.”


