Saat Pram Ingin Perindah Kali Ciliwung, Perahu Eretan Tetap Jadi Alat Transportasi Air Jakarta

Posted on

Visi Gubernur DKI Jakarta untuk Membuat Kali Ciliwung Lebih Menarik

Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, memiliki visi besar terhadap eksistensi Kali Ciliwung sebagai jantung aliran air di Jakarta. Tidak hanya sekadar berfungsi untuk mengendalikan banjir, ia ingin menjadikan bantaran kali ini sebagai tempat nongkrong yang modern dan menarik bagi masyarakat.

Pram menyampaikan rencananya saat melakukan perjalanan menyusuri aliran Kali Ciliwung, mulai dari Pintu Air Manggarai hingga Stasiun BNI City, Jakarta Pusat. Ia meminta agar sepanjang sungai tersebut dirapikan, dikelola dengan baik, dan dijadikan tempat yang bisa dinikmati oleh warga. Misalnya, pada malam Sabtu atau Minggu, masyarakat bisa datang ke sana untuk bersantai dan menikmati suasana kota.

“Saya harap nanti di sepanjang sungai ini bisa dibuatkan tempat yang nyaman. Mereka bisa menikmati suasana sambil melihat pemandangan Kali Ciliwung,” ujarnya setelah merasakan pengalaman menyusuri aliran kali tersebut.

Untuk mewujudkan rencana ini, Pram meminta PT Jakarta Tourisindo (JXB), sebuah BUMD DKI Jakarta, untuk menata ruang terbuka di sekitar bantaran kali. Salah satu inisiatif yang direncanakan adalah pembuatan vertical garden dan pencahayaan warna-warni untuk mempercantik tampilan area tersebut.

Dengan penataan ini, diharapkan kesan kumuh di sepanjang aliran kali bisa berkurang, sehingga area tersebut menjadi lebih indah dipandang dan nyaman untuk dikunjungi. “Semoga dengan langkah-langkah inovatif ini, Jakarta akan semakin menarik baik bagi warga maupun para wisatawan,” kata Pram.

Perahu Eretan Masih Jadi Transportasi Tradisional

Beberapa kilometer dari lokasi Pram menyusuri Kali Ciliwung, di Kanal Banjir Barat (KKB) yang membelah wilayah Tanah Abang dan Palmerah, transportasi tradisional bernama perahu eretan masih digunakan hingga saat ini. Perahu ini tidak menggunakan mesin, melainkan diayunkan dengan tenaga manusia.

Sang “nakhoda” memegang potongan sandal jepit untuk melindungi tangannya saat memegang tambang yang membentang di aliran kali. Dengan waktu tempuh sekitar dua sampai tiga menit, perahu ini berjalan melewati aliran Kali Ciliwung yang arusnya tenang, meskipun dihiasi oleh beberapa sampah plastik yang mengambang.

Meski sudah masuk era modern, di antara gedung-gedung tinggi dan dekat Stasiun Tanah Abang, pengguna perahu eretan masih cukup banyak. Mereka biasanya adalah pejalan kaki yang ingin menyeberang tanpa harus berjalan jauh melewati jembatan.

“Lebih cepat nyebrang naik eretan ini karena kalau lewat jembatan jaraknya terlalu jauh,” ujar Diki (23), yang sedang menuju rumah temannya di Jatipulo, Palmerah.

Tarif untuk menaiki perahu eretan ini adalah Rp 2.000, seperti yang tercantum di kotak yang ditempatkan di bagian depan perahu. Namun, ada juga yang tidak membayar, seperti anak-anak sekolah yang pulang. Sukirman, sang nakhoda yang berusia 80 tahun, mengaku ikhlas menerima pembayaran sesuai kemampuan penumpang.

“Ya itu bagus aja (jika jadi tempat nongkrong) tapi buat saya yang penting ada uang untuk makan,” ujarnya.

Harapan Pengguna Perahu Eretan

Para penumpang perahu eretan juga berharap transportasi tradisional ini tetap dipertahankan, meskipun nanti Kali Ciliwung akan dipercantik. Ara (55), yang sedang pulang ke rumahnya di Jatipulo, berkata: “Semoga ini (perahu eretan) tetap ada karena membantu kita dalam menyeberang.”

Perahu eretan tidak hanya menjadi transportasi, tetapi juga bagian dari kehidupan masyarakat sekitar. Meski visi Gubernur DKI Jakarta untuk mempercantik Kali Ciliwung sangat menarik, para pengguna perahu eretan tetap berharap bahwa transportasi tradisional ini tetap bisa bertahan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *