Dari Buku ke Bangsa: Membangun Sulbar Menuju Indonesia Emas 2045

Posted on

Membaca 20 Buku, Kunci Menuju Generasi yang Cerdas

Literasi bukan hanya sekadar angka kelulusan. Ia merupakan fondasi dari kemampuan berpikir yang jernih, langkah menuju kedewasaan, serta syarat penting dalam membangun bangsa yang cerdas. Gubernur Sulawesi Barat, Suhardi Duka (SDK), melalui kebijakan barunya menegaskan bahwa literasi adalah prioritas utama. Kebijakan ini mewajibkan seluruh siswa SMA/SMK di Sulbar untuk membaca minimal 20 buku sebelum lulus. Dua di antaranya harus berkaitan dengan tokoh lokal Andi Depu dan Baharuddin Lopa.

Ini bukan sekadar edaran administratif. Langkah ini merupakan upaya nyata untuk menjaga akal generasi muda dan menyemai cita-cita besar Indonesia Emas 2045. Surat Edaran Gubernur Nomor 000.4.14.1/174//11/2025 secara eksplisit menyebut bahwa gerakan literasi di Sulbar selaras dengan amanat Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, khususnya Pasal 4 mengenai pengembangan budaya baca masyarakat sebagai bagian dari pembangunan kecerdasan bangsa.

Penyediaan Fasilitas Literasi di Berbagai Tingkat

Selain sekolah, semua instansi pemerintahan hingga desa diminta menyediakan pojok baca atau perpustakaan mini. Dana BOS dapat digunakan untuk menunjang fasilitas ini sesuai dengan Permendikbudristek No. 63 Tahun 2023. Dari perspektif Islam, langkah ini memiliki dasar kuat. Salah satu tujuan utama syariat Islam (maqashid al-syariah) adalah hifdz al-‘aql, menjaga akal. Akal merupakan pintu masuk bagi ilmu, kebijaksanaan, dan peradaban. Akal yang sehat tidak datang dari hiburan cepat atau informasi viral, tetapi dari proses berpikir yang dilatih lewat membaca.

Mewajibkan literasi bukan hanya kebijakan pendidikan, tapi juga ijtihad keumatan. Dari sisi fikih, kebijakan SDK sejalan dengan kaidah: “Tasharruful imam ‘ala al-ra’iyyah manuthun bil mashlahah”. Kebijakan pemimpin harus berdasarkan pada kemaslahatan umat. Kemaslahatan ini juga menuntut langkah-langkah pendukung. Apa-apa yang menjadi sarana menyempurnakan kewajiban, maka ia pun menjadi wajib.

Mencegah Kerusakan Lebih Dahulu daripada Meraih Manfaat

Jika membaca menjadi kewajiban siswa, maka menyediakan perpustakaan, buku yang layak, tenaga pengelola, dan waktu yang cukup untuk membaca—semua itu ikut menjadi kewajiban kolektif. Tak cukup memerintahkan membaca tanpa menyediakan ekosistemnya. Lebih dari itu, gerakan literasi adalah upaya dar’ul mafasid, mencegah keburukan yang lebih besar:

“Dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil mashalih”. Mencegah kerusakan lebih utama daripada sekadar meraih manfaat. Literasi adalah benteng dari hoaks, radikalisme, disinformasi, dan kekacauan berpikir. Ia bukan hanya membuka wawasan, tapi menanamkan akal sehat dan nalar yang kokoh.

Pemilihan Tokoh Lokal Sebagai Inspirasi

Pemilihan dua tokoh lokal—Andi Depu, pejuang perempuan dari Mandar, dan Baharuddin Lopa, jaksa agung yang jujur dan pemberani—bukan tanpa alasan. SDK ingin menegaskan bahwa anak-anak Sulawesi Barat bisa bermimpi besar dan berkontribusi nyata untuk negeri ini. Bahwa keteladanan tidak harus datang dari tokoh Jakarta atau luar negeri. Tokoh besar lahir juga dari desa-desa kita sendiri.

Namun kebijakan ini akan menjadi sia-sia jika tidak dijalankan secara konsisten dan kolaboratif. Literasi tidak bisa dibebankan hanya pada sekolah. Orang tua, perangkat desa, tokoh agama, dan media lokal harus ikut mendukung. Buku-buku harus mudah diakses. Ruang baca harus dibuka dan dijaga. Diskusi tentang isi buku harus menjadi bagian dari kebiasaan harian, bukan hanya simbol atau formalitas.

Membaca sebagai Awal dari Masa Depan yang Lebih Baik

Sulawesi Barat sedang menyalakan obor kecil yang bisa menerangi jalan panjang bangsa ini. Membaca 20 buku mungkin tampak sederhana, tapi jika dilakukan oleh ribuan siswa secara serius, ia bisa mengubah cara berpikir satu generasi. Dan dari sanalah masa depan yang lebih cerdas, lebih adil, dan lebih beradab bisa kita bangun.

Kita boleh membangun jalan, bandara, dan pelabuhan. Tapi tanpa membangun isi kepala generasi muda, semuanya akan sia-sia. Karena Indonesia Emas 2045 tak akan terwujud dengan pikiran-pikiran yang kosong. Ia hanya bisa diraih lewat akal yang tercerahkan—dan semua itu dimulai saat kita membuka buku, dan membaca dengan sungguh-sungguh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *