Jalur Gaza yang Hancur dan Tantangan Membangun Kembali
Jalur Gaza di Palestina, dengan panjang 40 km dan lebar 11 km, kini menjadi daerah yang hancur berkecamuk. Sebanyak 2,3 juta jiwa tinggal di area seluas sekitar 360 kilometer persegi, yang hanya setengah dari luas kota Jakarta. Selama ribuan tahun, masyarakat dan berbagai dinasti kekuasaan telah menghidupi, membangun, memperebutkan, bahkan meluluhlantakkan Jalur Gaza.
Gaza yang binasa akibat konflik Israel-Palestina memiliki dampak yang sangat menyedihkan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan lebih dari 67 ribu warga Palestina meninggal dan hampir 170 ribuh terluka akibat perang ini. Sementara itu, sekitar 1.200 warga Israel tewas dan 5.400 orang terluka sejak 7 Oktober 2023. Banyak area Gaza kini terkubur di bawah reruntuhan. PBB menaksir bahwa 83% struktur bangunan dan area pemukiman di Kota Gaza dalam kondisi rusak.
Kini, pertanyaannya adalah apakah Gaza masih mampu membangun kembali kehidupan seperti dulu? Gencatan senjata yang baru terjadi membuka harapan akan kedamaian jangka panjang. Saat artikel ini ditulis, gencatan senjata masih berlangsung, tetapi tak menjanjikan. Perdamaian tidak akan bertahan lama tanpa memulihkan kemampuan Gaza untuk menopang kehidupan jutaan warganya.
Prioritas Dalam Pembangunan Ulang Gaza
Gaza kini menjadi kawasan bencana. Hampir seluruh infrastrukturnya lenyap ditelan perang, meninggalkan warga tanpa rumah, air bersih, atau listrik. Kerusakan Gaza setara dengan level teratas dalam indikator badai Saffir-Simpson, yaitu 4 atau 5, baik secara skala maupun cakupan. Berikut beberapa langkah prioritas dalam pembangunan ulang Gaza:
-
Bantuan Jangka Pendek
Seperti area bencana pada umumnya, bantuan yang harus diprioritaskan adalah makanan, air kemasan, dan obat-obatan. Bantuan ini akan menyambung hidup warga dalam jangka pendek. Dengan asumsi penyeberangan di perbatasan bisa dilakukan, bantuan langsung berupa makanan dan obat-obatan dapat menyelamatkan jiwa di tengah krisis makanan dan obat-obatan. -
Mengembalikan Infrastruktur Dasar Sebuah Kota
Para insinyur berperan penting dalam membangun kembali Gaza. Setelah pengeboman berkepanjangan, langkah pertama merekonstruksi Gaza adalah mendeteksi dan memfungsikan kembali pembangkit listrik, saluran air, pompa, dan saluran pembuangan. Meskipun jalur asli pipa yang terkubur dapat diketahui dari peta kota, sebagian besar jalur kemungkinan sudah retak, rusak, atau hancur. Tanpa langkah ini, masyarakat akan hidup dalam ancaman penyakit akibat sanitasi buruk, seperti tifus dan disentri. -
Pembersihan Total
Terdapat beberapa hal yang perlu dibersihkan secara total di kota yang mengalami perang. Pertama, bom dan amunisi yang belum meledak karena berisiko meledak jika bersinggungan dengan aktivitas masyarakat sehari-hari. Kedua, rumah dan fasilitas publik yang rusak dan berpotensi runtuh. Ketiga, jutaan ton puing bangunan yang memerlukan pembongkaran dan pembersihan besar-besaran. Setelah seluruh langkah di atas dilakukan, fasilitas yang perlu segera dipulihkan adalah rumah sakit, tempat tinggal, sekolah, jalan raya, dan infrastruktur pemerintah—yang jelas telah terkubur di bawah reruntuhan.
Tantangan Membangun Ulang Gaza
Butuh waktu puluhan tahun untuk merancang, membiayai, dan membangun kembali seluruh infrastruktur Gaza. Perbaikan darurat memang dapat dilakukan untuk jangka pendek (3-6 bulan). Namun, semakin lama perbaikan dilakukan, semakin lama warga mengalami kondisi sulit di bulan-bulan mendatang. Penundaan pembangunan akan memperpanjang penderitaan warga.
Pembongkaran puing bangunan membutuhkan alat khusus dan alat berat. Pengerjaannya akan sangat intens. Misalnya yang dialami Beirut. Mereka kelimpungan menghadapi limbah puing seberat 32 juta ton akibat konflik terbaru Israel-Lebanon, padahal kota itu belum beres memulihkan diri setelah perang saudara. Gaza berpotensi menghadapi masalah yang sama mengingat banyaknya limbah puing di tanah Gaza.
Skema rumah prefabrikasi dan upaya logistik masif lainnya akan sangat dibutuhkan. Sejarah telah mencatat proses panjang pembangunan ulang sebuah kota. Stalingrad (sekarang Volgograd, sebuah kota di Rusia) butuh lebih dari 20 tahun untuk memulihkan diri setelah Perang Dunia II. Warsawa juga baru menyelesaikan pembangunan ulang pascaperang di tahun 1980-an, sekitar 50 tahun pascaperang.
Masalah Listrik, Air, dan Bahan Bakar
Menghidupkan kembali Gaza hanya mungkin dilakukan dengan pendanaan dan akses sumber daya yang kuat. Sumber daya yang dimaksud bukan sekadar uang. Gaza butuh banyak material, keahlian, dan tenaga kerja untuk bisa bangkit kembali. Sumber daya ini hanya bisa didapatkan dengan perdamaian jangka panjang, pemetaan kondisi infrastruktur terkini, dan pemasok sumber daya yang bersedia membantu pembangunan Gaza.
Pemerintah setempat tak memiliki kekuasaan atas sumber daya dan infrastruktur dasar seperti listrik, bahan bakar, dan air. Semuanya masih datang dari Israel. Lembaga bantuan menyediakan bantuan logistik untuk mempertahankan beberapa infrastruktur dasar. United Nations Relief and Works Agency (UNRWA) adalah salah satu lembaga yang membantu menyediakan bantuan dan layanan kemanusiaan dasar untuk warga Palestina.
Selama dua pekan bulan September, UNWRA menyediakan 18 juta liter air untuk 370 ribu orang di Gaza dan membuang 4 ribu ton sampah padat. Jika ditotal dalam setahun, Gaza memerlukan setidaknya 3 miliar liter air—setara dengan 1.200 kolam renang Olimpiade—dan 600 ribu ton limbah yang perlu dibuang untuk menjalankan kehidupan sehari-hari.
Solusi teknik yang akan diciptakan perlu mencapai, bahkan melebihi, level kebutuhan tersebut. Realisasinya membutuhkan komitmen besar—bukan hanya dana, tetapi juga keahlian dan kerja sama lintas negara. Pengembangan infrastruktur pelabuhan baru juga perlu diprioritaskan. Pelabuhan dan jalan raya yang tak dikendalikan oleh pihak luar menjadi penting untuk masyarakat di kota pascaperang.
Untuk mendukung pelabuhan, limbah reruntuhan bangunan sebenarnya berpotensi digunakan untuk reklamasi laut dan membangun pemecah gelombang. Namun, limbah tersebut sulit dimanfaatkan karena sudah terkontaminasi bahan berbahaya akibat perang.
Masa Depan Penuh Tantangan
Membangun ulang Gaza akan membutuhkan miliaran dolar AS dan lautan bantuan lainnya dalam beberapa dekade ke depan. Tanpa bantuan serius, harga material pembangunan akan melambung dan krisis insinyur akan terjadi. Memulihkan Gaza membutuhkan upaya mobilisasi intens dalam jangka panjang, tak peduli seberapa banyak dana yang dikucurkan para donor. Membangun ulang Gaza tak hanya butuh uang, tetapi juga upaya dan komitmen jangka panjang.
