Sejarah dan Dampak Senjata Nuklir yang Masih Terasa Hingga Kini
Sejak diperkenalkan pertama kali, senjata nuklir telah meninggalkan jejak yang sangat dalam dalam sejarah dunia. Lebih dari 2.000 senjata nuklir telah diledakkan dalam 80 tahun terakhir, dan dampaknya masih terasa hingga saat ini. Penggunaan senjata nuklir awalnya dimulai ketika Amerika Serikat (AS) menjatuhkan dua bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, menjelang akhir Perang Dunia II. Setelah itu, berbagai negara mulai mengembangkan senjata nuklir yang semakin kuat seiring waktu.
Pengujian senjata nuklir dilakukan secara intensif antara tahun 1945 hingga 1996. Negara-negara seperti AS, Perancis, China, Inggris, India, Pakistan, Rusia (Uni Soviet), dan Korea Utara pernah melakukan uji coba nuklir. Di AS, pengujian umumnya dilakukan di negara bagian Nevada dan Kepulauan Marshall. Meskipun ada serangkaian perjanjian internasional yang mengatur penggunaan senjata nuklir, hanya Korea Utara yang masih melakukan uji coba nuklir di abad ke-21, dengan uji coba terakhir pada tahun 2017. Selain itu, tidak ada lagi uji coba atmosfer yang dilakukan sejak tahun 1980.
Dampak pada Kesehatan Masyarakat
Salah satu dampak terbesar dari senjata nuklir adalah pada kesehatan masyarakat. Banyak korban yang tinggal di dekat lokasi uji coba atau ledakan nuklir mengalami masalah kesehatan jangka panjang, terutama terkait kanker. Salah satu contohnya adalah Mary Dickson, yang tumbuh besar di Salt Lake City, Utah, pada 1950-an hingga 1960-an. Ia termasuk salah satu dari jutaan anak sekolah AS yang diajarkan untuk “merunduk dan berlindung” jika terjadi perang nuklir.
Dickson tidak mengetahui bahwa saat itu, AS sedang melakukan uji coba nuklir di Nevada, negara bagian tetangga. Ia sendiri mengalami kanker tiroid, sementara kakak perempuannya meninggal karena lupus di usia 40-an. Adik perempuannya juga mengalami kanker usus yang menyebar ke bagian tubuh lain. Keponakan-keponakannya juga mengalami masalah kesehatan terkait paparan radiasi. Meskipun tidak semua kasus disebutkan secara langsung berkaitan dengan senjata nuklir, paparan radiasi secara umum meningkatkan risiko kanker.
Dari sudut pandang psikologis, dampaknya juga sangat berat. Dickson menyebutkan bahwa kerusakan psikologis tidak pernah hilang. “Saya tidak bisa menghitung berapa banyak teman saya yang kanker mereka kambuh lagi,” katanya. “Anda menghabiskan sisa hidup Anda mengkhawatirkan setiap benjolan, setiap rasa sakit.”
Dampak Lingkungan yang Signifikan
Selain pada kesehatan manusia, uji coba nuklir juga memiliki dampak lingkungan yang signifikan. Antara tahun 1946 dan 1958, AS melakukan 67 uji coba nuklir di Kepulauan Marshall, yang memiliki kekuatan ledakan total setara dengan 7.232 bom Hiroshima. Akibatnya, penduduk Kepulauan Marshall direlokasi ke AS, dan beberapa dari mereka belum kembali ke tanah air mereka meski ada upaya pada 1970-an dan 1980-an.
Lima pulau hancur sebagian atau seluruhnya akibat uji coba nuklir tersebut. Bahkan, sebagian Kepulauan Marshall masih terkontaminasi radiasi hampir 70 tahun kemudian. Menurut Ivana Nikolic Hughes, anggota tim peneliti dari Universitas Columbia, isotop radioaktif seperti Cesium-137 terkonsentrasi dalam makanan. Kepiting kelapa yang hidup di pulau-pulau tersebut memakan kelapa yang terkontaminasi, sehingga detektor radiasi dapat mendeteksi paparan tinggi di dalam kepiting tersebut.
Kehancuran Total Kota
Dampak paling buruk dari senjata nuklir adalah kehancuran total sebuah kota. Contoh nyata adalah Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, yang dihancurkan oleh bom atom AS pada akhir Perang Dunia II. Ledakan bom atom di Hiroshima terjadi pada 6 Agustus 1945, sedangkan di Nagasaki pada 9 Agustus 1945. Ratusan ribu penduduk kedua kota tersebut menjadi korban tewas. Laporan menyebutkan bahwa sekitar 135.000 orang di Hiroshima dan 64.000 orang di Nagasaki meninggal akibat serangan tersebut. Kota-kota ini menjadi simbol betapa dahsyatnya dampak senjata nuklir terhadap manusia dan lingkungan.


