7 Jenis Teman yang Harus Ditinggalkan Orang Dewasa, Termasuk yang Tua Sekali

Posted on

Jenis-Jenis Teman yang Sebaiknya Dilepaskan untuk Kesehatan Mental

Pertemanan sering kali dianggap sebagai hal yang penting dalam kehidupan seseorang. Namun, tidak semua hubungan pertemanan berjalan lancar dan memberikan manfaat. Ada beberapa jenis teman yang justru bisa menjadi beban emosional dan mengganggu kesehatan mental. Berikut ini adalah tujuh tipe teman yang sebaiknya dilepaskan demi menjaga kesejahteraan diri sendiri.

1. Vampir Emosional yang Mengisap Energi Hidupmu

Tipe teman ini selalu muncul saat mereka membutuhkan sesuatu—entah itu nasihat, uang, validasi, atau sekadar tempat untuk bercerita tentang drama hidup mereka. Setiap interaksi dengan mereka membuat kamu merasa kosong dan terbebani. Mereka tidak melihatmu sebagai teman, tapi lebih seperti penonton atau terapis pribadi yang tidak dibayar. Kamu mulai menyembunyikan kabar baik agar tidak membuat mereka merasa terancam atau mengecilkan masalah agar tidak merepotkan mereka. Ini bukanlah pertemanan, tetapi kerja sukarela tanpa upah dan tanpa jeda.

2. Pesaing Abadi yang Tidak Bisa Melihatmu Menang

Tipe teman ini selalu merasa perlu bersaing dalam setiap situasi. Setiap kabar baik yang kamu bagikan langsung di-top up dengan prestasi mereka. Naik jabatan? Mereka baru saja dapat tawaran lebih besar. Anaknya ranking satu? Anak mereka jenius multitalenta. Baru bisa lari 5K? Mereka daftar ultramaraton. Ini bukan kompetisi sehat, tapi pertarungan batin yang membuat kamu mulai menyembunyikan kebahagiaan agar tidak memicu duel ego. Mereka tidak bisa bersorak untukmu karena terlalu sibuk memastikan kamu tidak “lebih unggul”.

3. Dealer Nostalgia yang Menolak Kamu Bertumbuh

Mereka selalu membicarakan masa lalu, seperti liburan 2008 atau drama kampus. Mereka kesal saat kamu berubah, seolah-olah perkembanganmu adalah bentuk pengkhianatan. Menikah? “Kamu sudah beda.” Karier baru? “Kangen kamu yang dulu.” Pandangan hidupmu berkembang? “Apa yang terjadi padamu?” Mereka tidak tertarik dengan versi dirimu yang sekarang. Yang mereka mau hanyalah menjaga kamu tetap seperti saat kalian masih remaja. Akhirnya, kamu jadi merasa seperti mengenakan jaket sekolah lama di rapat penting—nggak nyambung dan memalukan.

4. Produsen Krisis yang Hidupnya Selalu Kacau

Mereka bukan pencinta drama—mereka pabrik drama. Setiap minggu ada masalah “paling parah yang pernah ada”. Selalu ada pengkhianat, bencana, atau konflik besar. Anehnya, kamu mulai sadar kalau krisis mereka sering muncul saat kamu sedang bahagia atau butuh perhatian juga. Mereka tidak ingin solusi. Mereka ingin penonton. Dan kamu ditunjuk sebagai pemeran utama pendukung dalam sinetron tanpa akhir ini. Energi terkuras, dan empati pun jadi lelah.

5. Buldoser Batasan yang Tidak Mengerti Kata “Tidak”

“Tidak” bagi mereka hanya sinyal untuk bernegosiasi. Tidak bisa datang? Mereka akan membuatmu merasa bersalah. Butuh ruang? Mereka tetap muncul. Pasang batas? Mereka cari celah. Mereka juga senang memberikan nasihat tanpa diminta tentang pernikahan, karier, parenting, bahkan cara menyusun isi kulkas. Hidupmu, menurut mereka, adalah proyek renovasi. Akibatnya, kamu jadi terlalu sibuk menjaga batasan, sampai lupa bagaimana rasanya hidup nyaman tanpa harus selalu siaga.

6. Teman yang Hanya Hadir Saat Cuaca Cerah

Mereka akan ada di barisan depan saat kamu merayakan sesuatu, tapi menghilang saat kamu terpuruk. Asyik diajak hangout, liburan, pamer pencapaian… tapi ketika kamu sedih, kehilangan, atau sakit, mereka “lagi sibuk” atau “nggak kuat lihat yang sedih-sedih”. Persahabatan ini terasa seperti feed Instagram: penuh filter, tanpa sisi gelap. Dan kamu pun belajar untuk selalu terlihat bahagia, meskipun kenyataannya jauh dari itu.

7. Orang yang Mengenalmu “Sebelum Kamu Jadi Siapa-Siapa”

Ini yang paling susah dilepaskan. Sahabat masa kecil, SMA, atau kuliah yang sudah ada dari dulu. Tapi sekarang, kalian tidak punya kesamaan apa pun kecuali… masa lalu. Obrolan jadi canggung, nilai hidup sudah berbeda jauh, dan kalau bertemu hari ini sebagai orang asing, mungkin kalian tidak akan memilih jadi teman. Tapi karena “sudah lama”, rasanya nggak enak untuk pergi. Tapi ingat: kesalahan biaya tenggelam (sunk cost fallacy) juga berlaku untuk pertemanan. Hanya karena sudah berteman 20 tahun, bukan berarti harus memberi mereka 20 tahun berikutnya.

Melepaskan Bukan Berarti Membenci

Melepaskan teman bukan berarti dendam atau bermusuhan. Kadang, ini tentang memberi ruang bagi diri sendiri untuk bertumbuh, dan bagi orang lain untuk menjalani hidup mereka tanpa terjebak versi lama dirimu. Perubahan tidak selalu nyaman. Tapi bertahan dalam hubungan yang tidak sehat hanya karena sejarah, jauh lebih menyakitkan daripada belajar berjalan sendiri. Meski sesekali sambil menoleh ke belakang dengan senyuman.