6 Langkah Mengubah Gaya Hidup YOLO Menjadi YONO

Posted on

(YOLO), yang mendorong seseorang untuk menikmati hidup tanpa tanggung jawab.

Prinsip ini sering kali memicu perilaku konsumtif, di mana kesenangan dicari melalui pengalaman atau barang-barang yang mungkin tidak sepenuhnya dibutuhkan.

Namun, semakin banyak orang mulai mempertanyakan keterbiasaan hidup seperti itu, terutama seiring meningkatnya kesadaran akan pentingnya hidup minimalis.

(YONO) menjadi filosofi alternatif yang menitikberatkan kebutuhan daripada keinginan, sehingga dapat meningkatkan kualitas kehidupan yang lebih sederhana dan bermakna.

Maka, bagaimana cara bergeser dari pola pikir YOLO yang tidak terencana menuju YONO yang lebih terstruktur?

Menurut psikososial dan budayawan Endang Mariani, mengaplikasikan prinsip YONO dapat dilakukan dalam enam langkah.

1. Mengubah

Langkah utama paling penting untuk memulai hidup YONO adalah dengan mengubah cara berpikir yang konsumtif.

“Mengganti pola pikir dengan berlatih memahami keinginan kita untuk memiliki barang tertentu,” ujarnya kepada PasarModeRn.com, pada Rabu (08/01/2025).

Pahamilah apa itu yang memicu keinginanmu, apakah itu kebutuhan yang sebenarnya atau hanya hembusan emosi semata.

“Belajar untuk mempertimbangkan, jumlah uang yang dapat digunakan untuknya ternyata harus mempertimbangkan apakah memang hal itu memerlukan, kalau ya, lalu membeli lah, tapi punya tidak, jangan membeli juga,” jelasnya.

Nilai Barang

Menurutnya, seseorang perlu menyadari bahwa barang bukanlah sumber kebahagiaan yang sebenarnya dalam hidup.

Untuk mencapai kesadaran tersebut, langkah yang dapat dilakukan adalah mengubah cara melihat kita tentang nilai sebuah benda.

“Contohnya, baju harga jutaan dengan puluhan ribu rupiah sama saja fungsinya, yaitu untuk menutup aurat dan melindungi tubuh kita. Yang penting adalah kita terjangkau, tampil rapi dan pakaiannya sesuai dengan kita,” kata seseorang.

“Jangan melihat harga itu terus-menerus, toh tidak dipamerkan di luar juga kan? Tidak semua orang harus melihat harga seratus juta tersebut,” katanya.

3. Mengurangi Paparan Media Sosial

Menurutnya, media sosial mempromosikan gaya hidup yang konsumtif dan menimbulkan dorongan untuk berperilaku impulsif.

Dia menjelaskan, media sosial sering menampilkan gaya hidup mewah sebagai standar kesuksesan, sehingga tanpa sadar, kita merasa terdorong untuk menirunya.

“Dengan mengurangi paparan media sosial, kita dapat meminimalkan tekanan sosial untuk mengikuti tren atau contoh-contoh yang dianggap sebagai lambang kesuksesan,” jelasnya.

4. Tetapkan Prioritas Kuantitas di Atas Kualitas

Endang menekan pentingnya memprioritaskan kemurnian daripada kebanyakan, saat akan membeli sesuatu.

“Pilihlah satu barang yang tahan lama, daripada membeli banyak barang, tetapi kualitasnya kurang,” ujarnya.

Memilih kualitas di atas kuantitas tidak hanya lebih hemat dalam jangka panjang, tetapi juga membantu kita mengurangi kebiasaan membeli barang secara impulsif.

5. Mempraktikkan

“Mulailah menjelajahi barang-barang yang kita punya dan jadikan peringatan untuk memilah apa yang hanya digunakan jarang saja,” ujarnya.

Seseorang dapat lebih memahami barang-barang apa saja yang benar-benar penting bagi hidupnya, sehingga mempermudah transisi menuju gaya hidup minimalis.

,” tambahnya.

Untuk memulai, Anda harus memilih suatu komunitas di mana Anda ingin terlibat. Pilihlah komunitas yang sesuai dengan minat, hobi, dan tujuan Anda.

Menurutnya, banyak komunitas sosial tertentu yang menjalankan gaya hidup YOLO karena mereka memang memiliki kemampuan finansial yang cukup.

“Misalnya selebriti atau sosialita yang perlu tampil dengan barang-barang mewah dan harus sering berganti,” katanya.

Banyak orang lain fais kurang teliti akan dukungan dan persetujuan orang lain, sehingga seringkali memberikan tekanan untuk mengikuti norma hidup ini.

Oleh sebab itu, kami menjadikan penting untuk memilih kelompok sosial di mana kita merasa nyaman dan tidak tertekan.

“Kecuali kami memiliki pendirian yang kuat, tidak apa-apa untuk berada dalam komunitas seperti itu kalau tidak terpengaruh,” sebagaimana bunyinya.

“Yang penting adalah, kita paham nilai dan kualitas diri kita sendiri, orang lain melihat kita seperti apa saja biarkan saja,” tutup Endang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *