Menghentikan Perilaku Self Sabotage: Langkah-Langkah Penting untuk Perubahan Positif
Jika kamu sedang menjalani konsultasi dengan seorang terapis atau konselor, salah satu hal penting yang perlu dilakukan adalah terbuka dan meminta bimbingan langsung dari mereka. Bantuan profesional dapat memberikan panduan yang tepat sesuai kebutuhanmu. Namun, jika kamu ingin mengambil inisiatif sendiri untuk menghentikan pola perilaku negatif, ada beberapa strategi yang bisa kamu terapkan. Dengan memahami dan menerapkan langkah-langkah ini, kamu mampu mencegah dirimu melakukan kerusakan lebih jauh dan mulai membangun perubahan positif dalam hidup.
1. Cari Akar Penyebabnya
Salah satu langkah pertama yang perlu kamu lakukan adalah mengevaluasi akar penyebab dari perilaku self sabotage. Apakah kamu sering tanpa sadar menggagalkan usaha yang telah kamu lakukan? Apakah kebiasaan ini muncul saat kamu hampir mencapai tujuan atau meraih impian pribadi? Perilaku seperti ini sering kali berakar dari pengalaman masa kecil. Banyak orang tua, entah karena ketidaktahuan atau kekhawatiran akan kekecewaan anaknya, justru mengajarkan anak-anak untuk tidak bermimpi terlalu besar.
Kalimat seperti, “Siapa dirimu yang berpikir bisa kuliah? Kamu harus bekerja seperti kami semua,” mungkin pernah kamu dengar atau alami. Pesan-pesan semacam ini mampu membentuk keyakinan negatif yang membatasi dan terus memengaruhi cara kamu bertindak hingga dewasa.
2. Berhenti Menunda-Nunda
Menunda-nunda merupakan perilaku umum bagi mereka yang menyabotase diri sendiri. Kadang, menunda terasa lebih mudah secara emosional daripada menghadapi ketakutan akan kegagalan atau ketidakyakinan mencapai tujuan. Ketidaksesuaian antara realita saat ini dengan keyakinan negatif yang tertanam lama bisa memicu rasa tidak nyaman, sehingga memicu sabotase diri.
Penelitian pada mahasiswa menemukan bahwa kurangnya pengaturan diri menjadi penyebab utama penundaan. Faktor lain seperti kebebasan tinggi, godaan dan gangguan, tenggat waktu panjang, pengaruh teman sebaya, serta kurangnya keterampilan juga ikut berperan dalam perilaku ini.
3. Jangan Hanya Fokus pada Gambaran Besar
Ketika kamu menargetkan pencapaian besar, seperti menjadi tenaga penjualan terbaik di kantor, beban yang dirasakan dapat sangat berat dan membuat stres. Dalam menghindari sabotase diri, jangan terjebak pada hal-hal kecil yang sebenarnya tidak terlalu penting. Seringkali, orang yang menyabotase diri menghabiskan waktu berlebihan untuk detail yang tidak signifikan, sehingga kehilangan fokus pada tujuan utama.
Misalnya, jika kamu berusaha hidup lebih sehat, jangan biarkan satu kali melewatkan gym membuatmu menyerah total. Alih-alih berhenti, mulailah lagi di minggu berikutnya dengan semangat baru. Lakukan perubahan kecil secara bertahap dan konsisten. Langkah-langkah kecil ini membantu menjaga motivasi dan mencegah pikiran negatif yang mampu menghentikan kemajuanmu.
4. Hentikan Pikiran Perfeksionis
Banyak orang yang menyabotase diri sendiri cenderung punya sifat perfeksionis. Mereka terlalu fokus pada setiap detail dan mengharapkan semuanya berjalan sempurna. Daripada mengejar kesempurnaan yang sering tak realistis, lebih baik berfokus pada pencapaian keunggulan. Lakukan perbaikan kecil secara konsisten, dan rayakan setiap kemajuan yang dicapai dalam perjalanan menuju tujuan besarmu.
5. Pahami Bahwa Merusak Diri Butuh Kerja Keras
Perilaku sabotase diri bukan hanya merugikan secara mental, tapi juga sangat menguras waktu dan energi. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa upaya membatasi diri sendiri sebenarnya membutuhkan banyak sumber daya kognitif. Sebuah studi dari Universitas Indiana yang dimuat dalam Journal of Experimental Social Psychology menemukan temuan menarik dan berlawanan dengan intuisi, di mana orang yang bangun pagi cenderung menyabotase diri mereka justru di pagi hari, sementara para night owl melakukannya di malam hari.
Dengan kata lain, sabotase diri paling sering terjadi bukan saat seseorang sedang lelah, namun justru saat mereka berada dalam kondisi mental terbaik. Hal ini memperlihatkan bahwa perilaku negatif ini memerlukan energi besar guna dilakukan dan pada akhirnya, menghasilkan pola yang tidak adaptif serta merusak potensi diri.
